Sumber: Channel News Asia | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Pemerintah Australia mengingatkan bahwa perekonomian mereka akan mengalami kemerosotan tercepat sepanjang sejarah pada kuartal kedua tahun ini.
Defisit anggaran yang terjadi tahun ini juga jadi yang terbesar sejak Perang Dunia II. Semua ini sebagai dampak dari pandemi wabah virus corona.
Sejak status pandemi diumumkan, pemerintah Australia telah membelanjakan puluhan miliar dilar untuk mengatasi beragam masalah yang timbul. Sayangnya pengeluaran besar-besaran ini tidak sejalan dengan pemasukan yang biasa didapat dari sektor industri serta aktivitas ekspor-impor.
Pandemi ini terasa makin buruk bagi Australia yang pada awal tahun lalu juga mesti berjuang menghadapi bencana kebakaran hutan besar-besaran.
Baca Juga: Nilai ekspor Singapura naik 16,1% pada bulan Juni, kabar baik di tengah krisis
Channel News Asia melaporkan bahwa GDP Australia akan mengalami kontraksi hingga 7% pada periode April-Juni 2020.
Hal ini membuat ekonomi Australia harus menghadapi resesi untuk yang pertama kalinya dalam hampir tiga dekade terakhir.
Pejabat keuangan Josh Frydenberg juga mengatakan bahwa defisit anggaran bisa saja melonjak menjadi A$185 miliar hingga 30 Juni, hampir sepersepuluh dari total PDB.
Pada 12 bulan sebelumnya, defisit anggara Australia juga tercatat sebesar A$86 miliar.
"Angka-angka kasar ini menunjukkan kenyataan pahit yang kita (Australia) alami. Prospek ekonomi sangat tidak pasti," ungkap Frydenberg seperti dikuitp dari Channel News Asia.
Disebabkan oleh stimulus besar-besaran
Baca Juga: Gara-gara corona, ekonomi Korea selatan (Korsel) diprediksi anjlok 2,3% tahun ini
Sebagian besar perkiraan defisit berasal dari pengeluaran stimulus besar-besaran yang sengaja digelontorkan untuk menjaga perekonomian tetap bertahan dan mencegah meluasnya depresi ekonomi.
Pemerintah Australia setidaknya sudah menggelontorkan sekitar A$ 289 miliar stimulus ekonomi untuk melindungi negara dan warganya.
Frydenberg menjelaskan bahwa stimulus ini umumnya dialokasikan untuk mendukung para pekerja, bisnis, dan para pensiunan.
Akibat wabah ini juga angka pengangguran di Australia melonjak tajam. Sekarang jumlahnya mencapai 7,4%, tertinggi dalam dua dekade. Angka ini diperkirakan akan naik sampai 9,3% pada Desember nanti.
Melihat kondisi yang makin buruk ini pemerintah Australia tetap percaya diri memperkirakan bahwa ekonomi bisa tumbuh kembali pada kuartal ketiga mengingat pembatasan sosial sudah mulai longgar dan masyarakat sudah mulai kembali bekerja.
Terakhir, Frydenberg memperkirakan GDP Australia mampu tumbuh sampai 2,5% di tahun 2021 dengan asumsi bahwa pembatasan sosial skala Internasional akan dicabut pada bulan Januari.
Baca Juga: WHO: Secara realistis, vaksin corona baru bisa digunakan tahun 2021