Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - LONDON/BERLIN. Warga Amerika pada Selasa (3/11/2020) ramai-ramai menuju tempat pemungutan suara. Perdana menteri dan presiden di seluruh dunia menghadapi pertanyaan rumit, yakni kapan harus memberi selamat kepada pemenang, terutama mengingat risiko terhadap hasil pemilu.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah berulang kali menuduh surat suara yang masuk menjadi sasaran penipuan. Sehingga, dia mungkin tidak akan menerima hasil pemilu dan Mahkamah Agung lah yang harus memutuskan pemenangnya.
"Anda ingin cepat dan jelas dalam mengirimkan ucapan selamat, terutama kepada sekutu penting tersebut," kata seorang penasihat kebijakan luar negeri seorang pemimpin Eropa utara kepada Reuters.
Dia menambahkan, “Tapi kali ini berisiko. Anda tidak ingin melakukan kesalahan, atau bergerak terlalu cepat. Kami mungkin akan duduk mengamati keadaan untuk beberapa saat setelah hari pemilihan."
Baca Juga: Ini kisah bagaimana Pemilu AS memecah belah keluarga di Amerika
Penasihat kebijakan luar negeri tersebut mengingat kondisi pemilihan AS pada tahun 2000, di mana sejumlah pemimpin -termasuk presiden Jerman dan Prancis, perdana menteri Selandia Baru dan partai-partai yang berkuasa di Afrika Selatan, Korea Selatan dan Jepang - mengirimkan ucapan selamat kepada George W. Bush setelah Jaringan TV AS mengumumkannya sebagai pemenang.
Namun, lima pekan kemudian, Mahkamah Agung memutuskan bahwa pihak yang keluar sebagai pemenang adalah Al Gore. Sementara itu, beberapa pemimpin menarik ucapan selamatnya. Yang lainnya diam saja.
Baca Juga: China diramal bakal untung besar jika Trump menang pemilu, kok bisa?
Pada pelaksanaan Pemilu 2016 antara Trump dan Hillary Clinton, kedua belah pihak menghasilkan suara yang sama ketatnya, di mana Clinton memenangkan suara populer tetapi Trump mendapatkan dukungan dari Electoral College.
Tahun ini, Jean-Claude Juncker, mantan presiden Komisi Eropa, mengatakan sangat penting untuk tidak mengirimkan ucapan selamat terlalu cepat.
"Hati-hati adalah ibu dari kotak porselen transatlantik," katanya dalam sebuah wawancara dengan ARD-TV Jerman, menggunakan kiasan Jerman untuk menyampaikan betapa hubungan Uni Eropa dengan Amerika Serikat perlu ditangani dengan sangat hati-hati.
Penasihat utama pemimpin Eropa lainnya menggambarkan situasi ini sebagai hal yang "rumit" dengan mengatakan hal itu tergantung pada seberapa jelas hasilnya, dan apakah kedua kandidat menerimanya. Sebab, keduanya bisa mengklaim kemenangan.
Baca Juga: Biden Atau Trump yang Terpilih Menjadi Presiden AS, Ini Dampaknya Buat IHSG
Di Kanada, yang memiliki banyak hubungan perbatasan dan perdagangan dengan Amerika Serikat, ada rencana untuk mengirimkan pernyataan ucapan selamat hanya setelah ada kejelasan siapa pihak yang keluar sebagai pemenang.
“Kami tidak memiliki definisi tentang apa itu, tapi menurut saya itu berarti konsesi dari salah satu dari dua kandidat utama,” kata seorang sumber di Ottawa.
“Kalau tidak ada kelonggaran, banyak yang harus kita pikirkan. Kami akan mengawasi dengan cermat dan menilai hari demi hari, jika memang hasil itu tidak jelas atau diperebutkan."
Baca Juga: Vladimir Putin: Kami akan bekerja dengan Pemerintahan AS mana pun
Mantan duta besar Inggris untuk Washington, Kim Darroch, mengatakan dia berharap mantan bosnya, Perdana Menteri Boris Johnson, tidak akan membuat kesalahan.
"Saya tidak percaya mereka akan terseret untuk mengomentari hasil pemilu yang disengketakan," katanya kepada podcast World Review. "Saya berharap mereka hanya akan diam dan menunggu acara berlangsung hingga selesai."