Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mencabut lebih dari 6.000 visa mahasiswa dengan alasan pelanggaran hukum hingga dukungan terhadap terorisme.
Informasi ini disampaikan seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS pada Senin (18/8/2025), sebagaimana pertama kali dilaporkan Fox Digital.
Baca Juga: Harvard dan Trump Bertarung di Pengadilan Terkait Pemotongan Dana Penelitian
Langkah ini sejalan dengan pendekatan garis keras Trump terhadap kebijakan imigrasi, termasuk memperketat pemeriksaan media sosial dan memperluas proses penyaringan visa.
Arahan terbaru dari Departemen Luar Negeri juga meminta diplomat AS di luar negeri untuk lebih waspada terhadap pemohon visa yang dianggap bermusuhan dengan AS atau memiliki rekam jejak aktivisme politik.
Dari total visa yang dicabut, sekitar 4.000 di antaranya terkait pelanggaran hukum, mayoritas karena kasus penyerangan.
Selain itu, pelanggaran lain mencakup mengemudi di bawah pengaruh alkohol atau narkoba serta pencurian.
Pejabat tersebut menambahkan bahwa sekitar 200–300 visa mahasiswa dicabut karena dugaan terkait terorisme, merujuk pada aturan ketidaklayakan visa dalam Foreign Affairs Manual Departemen Luar Negeri.
Baca Juga: Trump Tangguhkan Masuknya Mahasiswa Internasional yang akan Belajar di Harvard
Namun, ia tidak menyebutkan kelompok mana yang didukung para mahasiswa tersebut.
Trump belakangan kerap bersitegang dengan universitas-universitas ternama AS, menuduh kampus menjadi basis antisemitisme setelah maraknya demonstrasi mahasiswa pro-Palestina terkait perang Gaza.
Dalam perselisihan dengan Harvard, Trump bahkan membekukan pendanaan riset serta mengancam mencabut status bebas pajak universitas tersebut.
Sebagai respons, sejumlah negara Eropa meningkatkan hibah riset untuk menarik talenta akademik AS.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pihaknya telah mencabut visa ratusan hingga ribuan orang, termasuk mahasiswa, karena aktivitas yang dinilai bertentangan dengan prioritas kebijakan luar negeri Washington.
Pejabat pemerintahan Trump juga menegaskan pemegang visa mahasiswa maupun green card bisa dideportasi jika dianggap mendukung Palestina atau mengkritik kebijakan Israel di Gaza, dengan alasan aktivitas tersebut “mengancam kepentingan luar negeri AS” dan dikategorikan pro-Hamas.
Baca Juga: Trump dan Von Der Leyen Bahas Konflik Ukraina, Soroti Penderitaan Anak Akibat Perang
Kasus serupa dialami seorang mahasiswa Tufts University asal Turki yang ditahan lebih dari enam minggu di pusat detensi imigrasi Louisiana setelah menulis opini yang mengkritik tanggapan kampusnya terhadap perang Gaza.
Ia akhirnya dibebaskan setelah hakim federal mengabulkan permohonan jaminan.
Kebijakan ini menuai kritik keras. Para penentang menilai langkah tersebut sebagai serangan terhadap hak kebebasan berpendapat yang dilindungi Konstitusi AS melalui Amandemen Pertama.