Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Amerika Serikat memperkenalkan visa H-1B pada tahun 1990 untuk mempekerjakan pekerja asing di bidang pekerjaan khusus. Keberadaan visa sangat membantu memulai "Mimpi Amerika" bagi banyak imigran.
Mengutip Business Today, terhitung mulai 21 September 2025, AS telah mengenakan biaya satu kali yang tinggi sebesar US$ 100.000 atau setara dengan Rp 1,6 miliar (kurs Rp 16.400) bagi pelamar baru H-1B. Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan profesional terampil di seluruh dunia.
Secara historis, visa ini telah memungkinkan banyak tokoh terkemuka di bidang teknologi dan bisnis untuk membangun karier mereka di AS. Beberapa pemegang visa H-1B terkemuka antara lain Satya Nadella, Elon Musk, Rajiv Jain, dan lainnya.
1. Satya Nadella, CEO Microsoft
Nadella menyerahkan kartu hijaunya dan beralih ke H-1B pada tahun 1994 setelah mengalami kesulitan dalam membawa istrinya ke AS. Di bawah kepemimpinannya, Microsoft telah menjadi pemimpin global dalam komputasi awan, AI, dan perangkat lunak perusahaan.
Nadella sering berbicara tentang peran talenta imigran dalam mendorong inovasi di Microsoft.
Baca Juga: Gedung Putih Menyatakan Biaya Visa H-1B Baru Tidak Berlaku Bagi Pemegang Visa Lama
2. Elon Musk, CEO X Corp, Tesla, dan SpaceX
Musk awalnya menggunakan visa pertukaran pengunjung J-1 sebelum beralih ke H-1B untuk mendapatkan pelatihan akademis di AS.
Musk telah berulang kali mengkritik upaya pembatasan visa H-1B, dengan alasan bahwa hal itu membatasi akses ke talenta global terbaik dan merugikan inovasi Amerika.
Perusahaan-perusahaannya, termasuk Tesla dan SpaceX, mempekerjakan ratusan insinyur asing yang bergantung pada visa H-1B dan visa kerja lainnya.
3. Rajiv Jain, Ketua GQG Partners
Jain memperoleh visa H-1B setelah pindah ke AS pada tahun 1990-an. Pada tahun 2016, ia ikut mendirikan GQG Partners, yang mengelola aset senilai lebih dari US$ 150 miliar. Ia telah menjadi pendukung kuat untuk memanfaatkan talenta global guna mengembangkan sektor keuangan dan teknologi.
Baca Juga: Biaya Visa Baru Trump sebesar Rp 1,6 Miliar Picu Kepanikan Pekerja Asing
4. Andrew Ng, salah satu pendiri Coursera, DeepLearning.AI, dan Google Brain
Ng tiba di AS pada tahun 1993 dengan visa F-1 dan kemudian memperoleh visa H-1B saat bekerja di Universitas Stanford. Ia dikenal luas sebagai pelopor dalam pendidikan AI dan pembelajaran mendalam, telah melatih jutaan siswa di seluruh dunia melalui platform daring.
5. Eric Yuan, Pendiri dan CEO Zoom
Yuan menghadapi delapan penolakan sebelum menerima visa H-1B pada tahun 1997. Ia kemudian menciptakan Zoom, salah satu platform konferensi video terkemuka di dunia, yang menjadi penting selama pandemi COVID-19.
Yuan sering menyoroti pentingnya visa H-1B dan jalur imigran lainnya untuk membangun perusahaan teknologi yang kompetitif secara global.
6. Jyoti Bansal, Pendiri AppDynamics
Bansal tiba di AS dengan visa H-1B pada tahun 2000 dan beralih ke kartu hijau tujuh tahun kemudian. Ia membangun AppDynamics menjadi platform manajemen kinerja aplikasi terkemuka, yang kemudian diakuisisi oleh Cisco senilai US$ 3,7 miliar.
7. Jeff Skoll, Mantan Presiden eBay
Skoll memegang visa H-1B saat mengawasi perkembangan awal eBay, kemudian beralih ke visa O-1 dan memperoleh kewarganegaraan AS pada tahun 2007. Ia menjadi miliarder dan filantropis, menggunakan sumber dayanya untuk mendanai inisiatif dampak sosial global melalui Skoll Foundation.
8. Aravind Srinivas, CEO Perplexity AI
Srinivas tahun lalu mengatakan ia masih menunggu kartu hijaunya.
"Saya sudah menunggu kartu hijau saya selama 3 tahun terakhir. Masih belum mendapatkannya. Kebanyakan orang tidak mengerti ketika mereka berbicara tentang imigrasi," tulisnya di X.
Tonton: Trump Cabut Lebih dari 6.000 Visa Mahasiswa, Sebagian karena Dugaan Terorisme
Srinivas mendirikan Perplexity AI pada tahun 2022 setelah bekerja di DeepMind, Google, dan OpenAI.
Biaya H-1B yang baru diperkirakan akan memengaruhi para profesional terampil India secara tidak proporsional, karena warga India menyumbang sekitar 71% dari semua aplikasi H-1B yang disetujui dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun pemegang visa saat ini dan perpanjangannya tidak terpengaruh, kebijakan ini telah memicu perdebatan tentang pendekatan AS dalam menarik talenta global dan potensi dampaknya terhadap sektor inovasi dan teknologi.
Para ahli memperingatkan bahwa penerapan hambatan yang tinggi dapat mengusir talenta berkeahlian tinggi dari AS, yang berpotensi memperlambat inovasi di bidang-bidang seperti AI, komputasi awan, dan bioteknologi. Ini merupakan sektor-sektor di mana perusahaan-perusahaan seperti Microsoft, Zoom, dan Tesla telah memanfaatkan keahlian global untuk bersaing secara global.