Sumber: money.cnn | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
NEW YORK. Warga Venezuela marah besar terhadap Goldman Sachs. Hal ini dikarenakan Goldman membeli obligasi pemerintah Venezuela pada pekan lalu. Dengan aksi tersebut, para kritikus menilai, Goldman kembali memberikan waktu tambahan kepada pemerintahan yang tidak becus karena membuat warganya kelaparan.
Pihak Goldman sendiri mengonfirmasi pembelian tersebut pada Selasa (30/5) pagi setelah Wall Street Journal melaporkannya.
Goldman diprediksi akan mendapatkan keuntungan yang manis dari pembelian obligasi tersebut. Goldman diduga hanya membayar sekitar 31 sen dollar AS atau US$ 865 juta untuk obligasi yang nilai aslinya mencapai US$ 2,8 miliar. Dengan kata lain, Goldman mendapatkan diskon besar atas obligasi dengan return yang tinggi.
Goldman Sachs pun membela diri. Menurut pandangan mereka, pembelian obligasi bertujuan agar kehidupan warga Venezuela semakin membaik. Dengan demikian, nilai obligasi akan naik pula. Obligasi ini dikeluarkan pada tahun 2014 oleh perusahaan minyak milik pemerintah Venezuela PDVSA.
"Kami berinvestasi di obligasi PDVSA karena, seperti yang dilakukan di industri aset manajemen, kami meyakini situasi di negara ini akan semakin membaik seiring perjalanan waktu," demikian pernyataan resmi Goldman.
Goldman membeli obligasi tersebut dari broker lain dan mengatakan pihaknya tidak berinteraksi langsung dengan pemerintah Venezuela. Namun, pemerintah Venezuela sepertinya sudah mendapatkan keuntungan dengan meningkatnya dana cadangan. Hal inilah yang membuat warga Venezuela geram dengan keputusan Goldman.
Pimpinan oposisi utama Venezuela sekaligus presiden Majelis Nasional Julio Borges langsung mengirimkan surat kepada CEO Goldman Sachs Lloyd Blankfein yang menyatakan dirinya cemas dan "marah" karena bank investasi tersebut membeli obligasi pemerintah.
"Sepertinya cukup jelas bahwa Goldman Sachs memutuskan untuk mendapatkan uang dengan cara cepat dari penderitaan warga Venezuela," jelasnya.
Goldman tidak berkomentar atas surat Borges.
Sekelompok orang yang terdiri dari 30 pengunjuk rasa berkumpul di depan kantor pusat Goldman Sachs pada Selasa (30/5).
Esther Beke merupakan salah satunya. Beke mengatakan, ibunya Rebecca, menyerah kalah atas penyakit kanker yang menyerangnya tahun lalu. Keluarga Beke tidak bisa menemukan perawatan kemo terapi di Venezuela karena kurangnya alat-alat kesehatan dan obat-obatan. Sehingga, keluarga Beke harus mengirimkan obat-obatan dari Kolombia, yang menyebabkan mimpi buruk bagi keluarga tersebut.
Beke, yang merupakan instruktur tamu di Pratt Institute, mengatakan bahwa dia yakin investasi Goldman tidak akan membantu mengurangi kekurangan kronis yang dihadapi ibunya.
"Anda tahu ketika sebuah perusahaan seperti Goldman Sachs menyediakan uang, itu tidak akan terjadi untuk membeli alat-alat kesehatan. Uangnya akan dibelikan peluru, membeli gas air mata dan terus membunuh orang. Gagasan bahwa tidak ada obat untuk siapa pun, sangat memilukan," kata Beke sambil menyeka air mata.
Tragedi keluarga Beke hanyalah satu dari banyak krisis kemanusiaan di Venezuela.
Warga Venezuela saat ini menghadapi krisis makanan, obat-obatan, listrik, dan air bersih karena pemerintahan Maduro kehabisan uang. Berdasarkan data bank sentral, Venezuela hanya tinggal memiliki cadangan sebesar US$ 10,8 miliar. Nilai cadangan tersebut naik lebih dari US$ 400 juta pada Selasa setelah pembelian obligasi oleh Goldman.
Sejauh ini, Maduro lebih memprioritaskan membayar utang kepada pemegang obligasi dibanding memberi makan penduduknya. Impor bahan makanan anjlok 50% pada tahun lalu.
Di sisi lain, hasil pertanian Venezuela sangat minim setelah pemerintah melakukan nasionalisasi tanah pertanian dan kemudian menelantarkannya. Sebaliknya, pemerintah lebih fokus pada ekspor minyak, satu-satunya sumber pendapatan Venezuela.
Goldman bukan satu-satunya bank Wall Street yang mendapat kritik atas investasi di Venezuela.
Pada pekan lalu, Profesor Harvard dan mantan pemimpin Venezuela Ricardo Hausmann mendesak JPMorgan untuk menghapus obligasi Venezuela dari indeks emerging market-nya. Banyak pengelola dana dan ETF membeli indeks JP Morgan (JPM) atas nama jutaan orang Amerika dan lainnya.
Hausmann mengatakan, JPMorgan harus menarik "obligasi kelaparan" Venezuela dari indeksnya dan membuat indeks baru yang memungkinkan investor mendapatkan return tinggi dari kesengsaraan manusia.
Atas kritik tersebut, JPMorgan menolak berkomentar. Sebuah sumber yang mengetahui detil masalah ini mengatakan bahwa indeks obligasi pasar negara berkembang adalah cerminan data ekonomi dan uang tunai yang tersedia di pasar keuangan, bukan kebijakan suatu negara. Indeks lain yang dikelola oleh Citi, Barclays, Morningstar dan Bank of America juga memiliki obligasi Venezuela dalam indeks mereka.
Sejumlah investor yang fokus pada investasi Amerika Latin juga mengungkapkan kekecewaan mereka atas pembelian obligasi oleh Goldman.
Meskipun Goldman tidak membeli langsung dari pemerintah, para analis mengatakan bahwa kenaikan langsung cadangan Venezuela mengindikasikan bahwa uang Goldman langsung masuk ke kas milik Maduro.
"Saya melihat apa yang Goldman lakukan secara moral sungguh tercela," kata Russ Dallen, managing partner Caracas Capital, perusahaan investasi di Miami.