kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,28   -14,21   -1.54%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

WHO: Hindari konsumsi ibuprofen sebagai obat virus corona


Kamis, 26 Maret 2020 / 14:40 WIB
WHO: Hindari konsumsi ibuprofen sebagai obat virus corona
ILUSTRASI. Logo WHO. REUTERS/Denis Balibouse


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JENEWA. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan agar pasien dengan gejala COVID-19 menghindari penggunaan ibuprofen. Rekomendasi ini dikeluarkan setelah muncul kekhawatiran oleh pejabat Prancis bahwa hal itu dapat membuat virus menjadi lebih berbahaya.

Melansir The Jerusalem Post, sebuah studi baru-baru ini dalam jurnal medis The Lancet, menemukan bahwa suatu enzim yang didorong oleh ibuprofen dapat memperburuk infeksi COVID-19. Alhasil, Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran menyarankan melalui media sosial bahwa obat itu harus dihindari.

Ketika ditanya lebih lanjut tentang studi tersebut, juru bicara WHO Christian Lindmeier mengatakan, para ahli sedang "menyelidiki hal ini untuk memberikan panduan lebih lanjut."

Baca Juga: Lockdown tidak cukup hentikan pandemi, ini saran WHO

"Sementara itu, kami merekomendasikan penggunaan parasetamol, dan jangan menggunakan ibuprofen sebagai pengobatan sendiri. Itu penting," katanya.

Dia menambahkan, "Jika ibuprofen telah diresepkan oleh para profesional kesehatan, maka, tentu saja, itu terserah mereka," tambahnya.

Ibuprofen dijual dengan sejumlah merek, termasuk Nurofen dan Advil.

Seorang juru bicara untuk Reckitt Benckiser, perusahaan farmasi Inggris yang membuat Nurofen, mengatakan dalam sebuah pernyataan email bahwa perusahaan tersebut menyadari kekhawatiran atas penggunaan anti-inflamasi seperti ibuprofen untuk mengobati gejala COVID-19.

Baca Juga: Xi Jinping: Virus tak mengenal batasan, tak ada negara yang kebal pandemi corona

"Keamanan konsumen adalah prioritas nomor satu kami," kata juru bicara itu, seraya menekankan bahwa ibuprofen adalah obat mapan yang telah digunakan dengan aman sebagai pereda demam dan pereda nyeri, termasuk penyakit virus, selama lebih dari 30 tahun.

"Kami saat ini tidak percaya ada bukti ilmiah yang menghubungkan penggunaan ibuprofen yang dijual bebas dengan pembengkakan COVID-19," kata pernyataan itu.

Juru bicara itu juga bilang: "Saat ini, Reckitt Benckiser sudah terlibat dengan WHO, EMA [Badan Obat Eropa] dan otoritas kesehatan lokal lainnya dalam pembahasan mengenai masalah ini. Mereka akan memberi informasi atau panduan tambahan yang diperlukan untuk penggunaan produk kami dengan aman setelah evaluasi semacam itu dilakukan." 

Baca Juga: Sudah lebih dari 20.000 orang meninggal, WHO: Corona adalah ancaman kemanusiaan

Beberapa peneliti juga meragukan saran tersebut. Peneliti Divisi Infeksi dan Kesehatan Global Universitas St Andrews Muge Cevik menulis di Twitter bahwa: "Tidak ada bukti ilmiah yang saya ketahui bahwa ibuprofen (menyebabkan kondisi pasien lebih buruk) #COVID19."

Sementara, pakar kesehatan lain berpendapat berbeda. Rupert Beale, pemimpin kelompok dalam Biologi Sel Infeksi di Francis Crick Institute di Inggris, mengatakan: "Ada alasan bagus untuk menghindari ibuprofen karena dapat memperburuk cedera ginjal akut yang disebabkan oleh penyakit parah, termasuk penyakit COVID-19 yang parah," demikian laporan CNN.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×