Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Algoritma rekomendasi konten yang menjadi “mesin utama” platform video pendek TikTok kembali menjadi sorotan setelah perusahaan induknya asal China, ByteDance, menandatangani perjanjian mengikat untuk membentuk usaha patungan (joint venture).
Melalui skema ini, kendali operasional TikTok di Amerika Serikat (AS) akan dialihkan kepada investor Amerika dan global, termasuk perusahaan komputasi awan Oracle.
Algoritma tersebut kerap disebut sebagai “mahkota” TikTok karena perannya yang krusial dalam mendorong pertumbuhan global aplikasi ini.
Berikut rangkuman fakta terkait nasib algoritma TikTok dan alasan mengapa teknologi ini dianggap sangat kuat.
Baca Juga: Ekspor Magnet Tanah Jarang China Capai Rekor Kedua Tertinggi
Apakah ByteDance Benar-Benar Melepas Kendali?
Pembentukan joint venture ini dipandang sebagai langkah besar untuk menghindari pelarangan TikTok di AS, sekaligus meredakan ketegangan dagang dan teknologi antara Washington dan Beijing.
Namun, kepastian mengenai kepemilikan dan pengendalian algoritma TikTok masih menjadi tanda tanya.
Rush Doshi, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional AS di era Presiden Joe Biden menyebut belum jelas apakah algoritma tersebut telah dialihkan, dilisensikan, atau tetap dimiliki dan dikendalikan oleh Beijing.
Menurutnya, peran Oracle bisa jadi hanya sebatas pengawasan (monitoring).
Algoritma ini dinilai sebagai inti kesuksesan TikTok. Bahkan, hingga beberapa bulan lalu, ByteDance disebut lebih memilih menutup TikTok di AS dibandingkan menjual algoritmanya.
Baca Juga: Google Minta Karyawan Pemegang Visa AS Tunda Perjalanan Internasional
Namun pada September lalu, Reuters melaporkan mengutip sumber yang mengetahui pembahasan bahwa ByteDance akan mempertahankan kepemilikan atas bisnis TikTok di AS, tetapi menyerahkan kendali atas data pengguna, konten, dan algoritma kepada joint venture.
Dalam struktur tersebut:
- Joint venture akan menangani operasi backend, pengelolaan data pengguna AS, serta algoritma rekomendasi.
- Entitas lain yang tetap sepenuhnya dimiliki ByteDance akan mengelola bisnis penghasil pendapatan seperti iklan dan e-commerce.
- Joint venture akan memperoleh sebagian pendapatan sebagai imbalan atas layanan teknologi dan data.
Struktur ini sejalan dengan garis besar kesepakatan yang diumumkan pekan ini, menurut dua sumber yang mengetahui detailnya. Sementara itu, pemerintah China belum menyatakan sikap resmi.
Sejak 2020, Beijing merevisi aturan ekspor teknologi yang mewajibkan persetujuan pemerintah untuk setiap ekspor algoritma dan kode sumber, sehingga menambah kompleksitas dalam proses pemisahan atau penjualan TikTok AS.
Baca Juga: SoftBank Kejar Pendanaan US$ 22,5 Miliar untuk Danai OpenAI Sebelum Akhir Tahun
Apa yang Membuat Algoritma TikTok Begitu Kuat?
Para analis menilai keunggulan TikTok tidak hanya terletak pada algoritmanya, tetapi juga pada cara algoritma tersebut bekerja bersama format video pendek.
Berbeda dengan platform seperti Meta yang mengandalkan social graph (jaringan pertemanan dan akun yang diikuti), TikTok membangun sistem rekomendasinya berdasarkan interest signals atau sinyal ketertarikan pengguna.
Algoritma ini mempelajari perilaku pengguna mulai dari durasi menonton, pengulangan video, hingga interaksi untuk memahami minat secara cepat dan presisi.
Format video pendek membuat algoritma TikTok jauh lebih dinamis dan mampu menangkap perubahan preferensi pengguna dari waktu ke waktu, bahkan hingga tingkat minat yang berbeda pada jam-jam tertentu dalam sehari.
Selain itu, TikTok sejak awal dirancang sebagai aplikasi berbasis ponsel, memberi keunggulan dibandingkan platform lain yang awalnya dikembangkan untuk layar komputer dan baru beradaptasi ke perangkat mobile.
Keuntungan lain datang dari status TikTok sebagai early mover. Instagram baru meluncurkan Reels pada 2020, sementara YouTube memperkenalkan Shorts pada 2021.
Keduanya tertinggal dalam hal akumulasi data, pengalaman produk, dan penyempurnaan algoritma dibandingkan TikTok.
Baca Juga: Wall Street Dibuka Menguat, Saham Teknologi Bangkit, Nike Anjlok
Apa Temuan Riset Tentang Algoritma TikTok?
TikTok juga secara aktif merekomendasikan konten di luar minat utama pengguna.
Manajemen TikTok berulang kali menyatakan strategi ini penting untuk menciptakan pengalaman penemuan konten (content discovery).
Sebuah studi yang diterbitkan tahun lalu oleh peneliti dari Amerika Serikat dan Jerman menemukan bahwa algoritma TikTok “mengeksploitasi minat pengguna pada 30% hingga 50% video rekomendasi”.
Studi tersebut menganalisis data dari 347 pengguna TikTok dan lima bot otomatis.
Menurut para peneliti, strategi ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman terhadap minat pengguna atau memaksimalkan retensi dengan menyajikan video yang berada di luar minat yang sudah diketahui. Temuan tersebut dipublikasikan dalam makalah berjudul “TikTok and the Art of Personalization”.













