Sumber: BBC | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat (AS) dan China menyatakan telah mencapai kemajuan signifikan dalam pembicaraan dagang bilateral yang digelar di Swiss.
Pembicaraan ini merupakan pertemuan langsung pertama sejak Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif tinggi atas barang-barang impor asal China pada Januari lalu.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyebut diskusi tersebut “produktif dan konstruktif,” sementara Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng, menggambarkannya sebagai pembicaraan yang “mendalam” dan “terus terang.”
Baca Juga: AS-China di Ambang Putus Dagang, Investor Kabur dari Aset Amerika
Gedung Putih menyebut hasilnya sebagai sebuah “kesepakatan dagang,” meski belum memberikan rincian. Pernyataan resmi bersama dijadwalkan akan diumumkan pada hari Senin.
Pembicaraan selama dua hari di Jenewa tersebut berlangsung secara tertutup. Dalam pertemuan ini, kedua belah pihak membahas dampak dari kebijakan tarif tinggi yang telah diberlakukan.
Amerika Serikat mengenakan tarif sebesar 145% atas impor dari China, yang kemudian dibalas oleh Beijing dengan tarif 125% atas sejumlah produk AS. Kebijakan ini telah memicu gejolak pasar keuangan dan kekhawatiran akan resesi global.
Duta Besar Perwakilan Perdagangan AS, Jamieson Greer, menyatakan bahwa kesepakatan yang dicapai dengan mitra dari China diharapkan dapat membantu mengurangi defisit perdagangan AS sebesar US$ 1,2 triliun.
Sementara itu, Bessent menegaskan bahwa kedua negara telah membuat “kemajuan substansial” dalam meredakan ketegangan dagang. Wakil Perdana Menteri He juga menekankan pentingnya pembicaraan ini, tidak hanya bagi kedua negara, tetapi juga bagi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi global.
Baca Juga: Negosiasi Tarif AS-China di Jenewa Berlanjut Minggu (11/5) Ini, Belum Ada Terobosan
Kedua pihak dilaporkan telah mencapai sejumlah konsensus utama, termasuk pembentukan mekanisme konsultasi ekonomi dan perdagangan bilateral.
Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Ngozi Okonjo-Iweala, menyebut pertemuan tersebut sebagai “langkah maju yang signifikan” dan mendorong kedua negara untuk mempertahankan momentum ini.
Dampak dari pembicaraan ini langsung terlihat di pasar. Bursa saham di China daratan dan Hong Kong mencatatkan kenaikan, sementara bursa AS juga diperkirakan akan dibuka menguat. Nilai tukar yuan turut menguat terhadap dolar AS.
Sejumlah pengamat memperkirakan akan ada pelonggaran tarif, meski mungkin tidak signifikan. Frank Lavin, mantan Wakil Menteri Perdagangan Internasional AS, menyatakan tarif kemungkinan besar tetap tinggi dibandingkan standar historis.
Andrew Wilson dari Kamar Dagang Internasional mengatakan bahwa tarif perlu diturunkan secara substansial, dan idealnya berada di bawah 20% agar tidak mengganggu perdagangan global.
Baca Juga: AS dan China Gelar Pertemuan Penting di Swiss, Langkah Awal Akhiri Perang Dagang?
Deborah Elms dari Hinrich Foundation menilai tarif timbal balik masih dapat dinegosiasikan, namun solusi ideal adalah melanjutkan dialog. Ia menyebut, “yang paling realistis saat ini adalah kesepakatan untuk terus berunding.”
Presiden Trump, melalui unggahan di media sosial setelah hari pertama perundingan, menyambut baik hasil pembicaraan dan menyebutnya sebagai “pengaturan ulang total” dalam hubungan dagang AS–China. Ia menegaskan bahwa perubahan yang dicapai bersifat “bersahabat, namun konstruktif.”
Sebelum pertemuan dimulai, Gedung Putih menyatakan tidak akan menurunkan tarif secara sepihak. Sekretaris Pers Karoline Leavitt menekankan bahwa China harus memberikan konsesi.
Beijing sendiri menyatakan keterbukaannya untuk berdialog setelah mempertimbangkan kepentingan nasional, ekspektasi global, dan posisi bisnis Amerika di China.
Baca Juga: Tarif Dibalas Tarif, AS-China Makin Panas
BBC sebelumnya melaporkan bahwa sejumlah eksportir China mulai merasakan dampak tarif tinggi. Salah satu perusahaan, Sorbo Technology, menyebut setengah produknya yang biasa diekspor ke AS kini tertahan di gudang.
Sementara itu, ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar 0,3% pada kuartal pertama tahun ini, karena perusahaan-perusahaan bergegas memasukkan barang ke dalam negeri sebelum kebijakan tarif diberlakukan.
Ketegangan dagang meningkat bulan lalu saat Presiden Trump mengumumkan tarif dasar universal untuk seluruh impor ke AS, yang disebutnya sebagai “Hari Pembebasan.” Sekitar 60 negara, termasuk China dan Uni Eropa, disebut sebagai “pelanggar terburuk” dan dikenakan tarif lebih tinggi.
Trump menyebut langkah tersebut sebagai respons atas kebijakan perdagangan yang dianggap tidak adil selama bertahun-tahun. Selain itu, ia juga mengumumkan tarif impor sebesar 25% untuk baja dan aluminium, serta tambahan 25% untuk mobil dan suku cadang mobil.
Baca Juga: PM Singapura Khawatir Persaingan AS-China Seret Dunia ke Ambang Perang Dunia Ketiga
Minggu lalu, AS dan Inggris mengumumkan kesepakatan untuk memangkas tarif impor mobil Inggris dari 25% menjadi 10% untuk maksimal 100.000 unit, setara dengan jumlah ekspor tahun lalu.