Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Perusahaan magnet tanah jarang (rare earth magnets) di China dilaporkan menghadapi pengawasan lebih ketat dalam pengajuan izin ekspor sejak September 2025.
Langkah ini muncul bahkan sebelum pemerintah Beijing resmi memperluas pengendalian terhadap ekspor mineral kritis yang digunakan dalam pembuatan magnet pada pekan lalu.
Menurut sumber Reuters, proses perizinan kini memerlukan waktu lebih lama dan kerap dikembalikan dengan permintaan informasi tambahan.
Baca Juga: China dan AS Kembali Memanas, IHSG Ambles di Zona Merah
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan apakah China sedang memperlambat pengiriman magnet ke luar negeri — langkah yang berpotensi bertentangan dengan komitmen negara itu untuk memperlancar perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) sesuai kesepakatan gencatan dagang pada Mei lalu.
“Sejak bulan lalu, mendapatkan izin ekspor menjadi jauh lebih sulit,” ungkap salah satu sumber yang menolak disebutkan namanya karena sensitifnya isu ini, Selasa (14/10/2025).
Meskipun sebagian besar proses izin masih berada dalam tenggat 45 hari kerja yang ditetapkan Kementerian Perdagangan China, pemeriksaan disebut semakin ketat.
Baca Juga: China Jatuhkan Sanksi kepada Unit Pembuat Kapal Hanwha yang Berafiliasi dengan AS
Mirip dengan situasi April lalu saat perang dagang memuncak, yang kala itu sempat menyebabkan kelangkaan magnet dan menghentikan operasi pabrik otomotif di beberapa negara.
Data resmi yang dirilis Senin (13/10) menunjukkan ekspor tanah jarang China anjlok 31% pada September. Namun, data tersebut tidak merinci berapa besar penurunan yang berasal dari produk magnet.
“Penurunan ekspor bulan lalu bisa dimaklumi karena semakin sulitnya mendapatkan izin baru,” ujar sumber lainnya.
Sebelumnya, ekspor magnet tanah jarang sempat menurun tajam pada April-Mei, sebelum kembali naik pada Juni hingga Agustus. Data untuk September akan dirilis akhir bulan ini.
China merupakan pemasok utama global untuk 17 unsur tanah jarang yang digunakan dalam berbagai teknologi strategis, mulai dari kendaraan listrik, turbin angin, hingga radar militer.
Baca Juga: Rio Tinto Kejar Target Akhir Tahun di Tengah Lonjakan Permintaan Bijih Besi China
Pemerintah Beijing juga mengontrol ketat ekspor mineral tersebut melalui sistem lisensi.
Pekan lalu, China memperluas aturan ekspor mineral penting itu, memicu kemarahan AS. Presiden Donald Trump menanggapi dengan ancaman tarif tambahan serta pembatasan ekspor terhadap produk-produk sensitif, meski kemudian meredakan retorikanya.
Sumber industri menyebutkan, sejak pengumuman kebijakan baru tersebut, banyak klien asing bergegas meminta pengiriman lebih cepat sebelum aturan baru mulai berlaku pada 8 November 2025.
Sekretaris Jenderal Kamar Dagang Uni Eropa di China, Adam Dunnett, mengatakan kendala utama yang dihadapi anggota mereka adalah penumpukan izin ekspor produk tanah jarang yang belum disetujui.
“Sebagian perusahaan mendapat persetujuan, sementara yang lain justru mengalami penundaan tanpa penjelasan. Tingkat kekhawatiran belum menurun,” katanya.













