Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - STOCKHOLM. Meskipun perlombaan senjata terlihat semakin sengit, namun nyatanya penjualan senjata global dalam lima tahun belakangan terbilang rendah. Hal ini didorong oleh rendahnya ekspor senjata Rusia dan China.
Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) dalam laporannya hari Senin (15/3) menungkap bahwa pengiriman senjata internasional tidak mengalami peningkatan dalam periode 2016-2020. Ini merupakan yang pertama kalinya dalam satu dekade terakhir.
Dalam periode tersebut, AS, Prancis, dan Jerman jadi tiga negara eksportir senjata terbesar. Penurunan ekspor senjata Rusia dan China membuat rata-rata ekspor dunia tidak meingkat.
"Ini adalah pertama kalinya sejak 2001-2005 volume pengiriman senjata utama antar negara yang merupakan indikator permintaan tidak meningkat dari periode lima tahun sebelumnya," ungkap laporan SIPRI, seperti dikutip dari Reuters.
Baca Juga: Jet tempur legendaris J-7 milik militer China akan segera dipensiunkan
SIPRI mengatakan bahwa pandemi menjadi faktor utama rendahnya pembelian senjata negara. Pembatasan aktivitas ekonomi hingga pengalihan anggaran ke sektor kesehatan membuat banyak negara untuk sementara mengesampingkan kebutuhan pertahanan dan keamanan.
Pieter Wezeman, peneliti senior di Program Pengeluaran Senjata dan Militer SIPRI juga menyebutkan bahwa dampak ekonomi dari pandemi membuat banyak negara mengkaji ulang rencana impor senjata mereka untuk beberapa tahun ke depan.
Namun SIPRI mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah perlambatan pengiriman senjata akan terus berlanjut. Apalagi melihat fakta bahwa sejumlah kontrak pembelian baru banyak terjadi satu tahun terakhir.
Baca Juga: Perang China-Jepang: Tokyo bakal siapkan pasukan melawan Beijing di Laut China Timur
"Pada saat yang sama, bahkan pada puncak pandemi tahun 2020, beberapa negara menandatangani kontrak besar untuk senjata utama," ungkap Wezeman.
Baru-baru ini Uni Emirat Arab bahkan menandatangani kontrak besar dengan AS untuk membeli 50 unit jet F-35 dan hingga 18 drone bersenjata sebagai bagian dari paket US$ 23 miliar.
SIPRI mencatat bahwa negara-negara Timur Tengah menyumbang peningkatan terbesar dalam impor senjata, naik 25% pada 2016-20 dari 2011–15.
Arab Saudi dan Qatar jadi importir terbesar dengan masing-masing meningkatkan impor senjatanya masing-masing 61% dan 361%.
Lebih luas lagi, Asia dan Oseania jadi kawasan pengimpor senjata utama terbesar, menerima 42% dari transfer senjata global pada 2016-20. Di kawasan tersebut, importir utamanya adalah India, Australia, Cina, Korea Selatan dan Pakistan.