kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonomi AS diramal moderat, diproyeksi tak mencapai target 3%


Kamis, 30 Januari 2020 / 16:22 WIB
Ekonomi AS diramal moderat, diproyeksi tak mencapai target 3%
ILUSTRASI. Ekonomi Amerika Serikat (AS) diproyeksi bakal mempertahankan laju pertumbuhan moderat pada kuartal IV. REUTERS/Denis Balibouse


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ekonomi Amerika Serikat (AS) diproyeksi bakal mempertahankan laju pertumbuhan moderat pada kuartal IV.

Selain itu, merujuk artikel Reuters, Kamis (30/1) lalu kemungkinan besar AS akan kembali gagal untuk mencapai target pertumbuhan tahunan 3% yang didambakan pemerintahan Donald Trump. Target tersebut cukup sulit untuk terealisasi lantaran tingkat investasi mengalami penurunan di tengah ketegangan perang dagang AS dan China.

Baca Juga: The Fed diramal akan pertahankan suku bunga

Kementerian Perdagangan AS pun memberikan kisi kisi tingkat produk domestik bruto (PDB). Diproyeksikan, data ini akan membaik terutama pasca pihak Federal Reserve (The Fed) memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada tahun 2019 untuk menjaga ekspansi terpanjang dalam sejarah yang kini telah memasuki tahun ke-11.

Namun, pertumbuhan sudah dipastikan melambat lantaran memudarnya langkah-langkah kebijakan stimulus dari Gedung Putih dan pengurangan pajak besar-besaran pada tahun 2018. Paket kebijakan Donald Trump kala itu digadang-gadang sebagai upaya untuk mengangkat pertumbuhan di atas 3%. Hanya saja, sejauh ini hal tersebut belum mencapai tujuan.

Laporan Kementerian Perdagangan tersebut muncul setelah pihak The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga. Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pada Rabu (28/1) lalu bahwa bank sentral AS hanya mengharapkan pertumbuhan ekonomi moderat dan keberlanjutan pertumbuhan.

Di samping itu, The Fed juga tak menampik bahwa tumbuh beberapa risiko baru, termasuk wabah virus Corona yang baru-baru ini merebak di China.

Baca Juga: Wah, defisit anggaran Pemerintah AS bisa tembus US$ 1 triliun tahun ini

Perang dagang selama 18 bulan pemerintah Trump dengan China sejak tahun lalu sudah memicu kekhawatiran resesi. Meskipun prospek ekonomi kian membaik dengan penandatanganan perjanjian Fase 1 bulan ini dengan Beijing, para ekonom tidak melihat akan adanya dorongan pada ekonomi.

Sebab, tarif AS tetap berlaku pada sebanyak US$ 360 miliar produk impor asal China, sekitar dua pertiga dari total. "Ekonomi jelas telah melambat, tetapi kami tidak mengarah ke resesi," ujar Ryan Sweet, Ekonom Senior di Moody's Analytics di West Chester, Pennsylvania.

"Perekonomian tengah mengalami peningkatan pada tahun 2019, tidak mengherankan kalau kita kembali pada peningkatan," terangnya.

Survei Ekonom Reuters juga menilai PDB sangat mungkin tumbuh pada tingkat tahunan 2,1% di kuartal IV 2019 lalu karena biaya pinjaman yang lebih rendah mendorong pembelian konsumtif. Semisal kredit kendaraan bermotor, rumah, termasuk pula pariwisata.

Baca Juga: Raja Salman tegaskan komitmen Arab Saudi atas masalah Palestina

Tagihan impor yang lebih kecil, dan lebih banyaknya anggaran belanja pemerintah juga terlihat sebagai upaya penjagaan pertumbuhan PDB agar sejalan dari kuartal III 2019.

Proyeksi ini dibuat sebelum hari Rabu lalu, ketika dirilisnya laporan-laporan baru yang memperluas informasi kinerja di sektor perdagangan termasuk tingkat defisit di bulan Desember 2019. Laporan itu juga menunjukkan adanya penurunan dari sisi persediaan barang grosir.

Data ini mendorong beberapa ekonom untuk merevisi estimasi pertumbuhan PDB kuartal IV sebanyak lima persepuluh dari titik persentase ke level terendah yakni 1,4%.

Perkiraan pertumbuhan untuk konvergen sekitar 2,5% yang akan lebih lambat dari angka 2,9% pada tahun 2018. Para ekonom praktis telah memperkirakan akan lebih cepatnya pertumbuhan ekonomi untuk periode jangka panjang tanpa memicu inflasi sekitar 1,8%.

Baca Juga: Wah, Trump sebut Mark Zuckerberg bakal jadi calon Presiden AS

Pihak Gedung Putih mengklaim bahwa pemerintah telah memangkas tarif pajak perusahaan menjadi 21% dari sebelumnya 35%. Hal ini memicu menyusutnya defisit perdagangan dan diharap dapat mendorong pertumbuhan PDB tahunan menjadi 3% secara berkelanjutan.

Ekonom pun sebenarnya sudah sejak lama menentang kebijakan itu, pasalnya ada beberapa persoalan lain di luar tarif. Salah satunya masalah struktural seperti produktifitas dan pertumbuhan populasi. Beberapa ekonom juga berpendapat bahwa secara historis tidak ada hubungan yang kuat antara tarif pajak perusahaan dengan ivestasi bisnis.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×