Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kripto kembali diguncang oleh gelombang peretasan besar sepanjang paruh pertama tahun 2025.
Berdasarkan laporan Finbold H1 2025 Cryptocurrency Report, yang mengutip data dari perusahaan keamanan blockchain SlowMist, total kerugian akibat peretasan mencapai US$2,24 miliar (Rp 36 triliun) antara Januari hingga Juni 2025.
Insiden Bybit Jadi yang Terbesar di Tahun Ini
Kerugian terbesar disebabkan oleh peretasan dompet Bybit yang menelan kerugian sebesar US$1,5 miliar, menjadikannya sebagai insiden peretasan kripto terbesar tahun ini sejauh ini. Serangan ini menyumbang sekitar 85% dari seluruh kerugian pada kuartal pertama (Q1).
Baca Juga: DPR AS Siap Bahas 3 RUU Kripto pada Pertengahan Juli 2025, Apa Saja?
Selain Bybit, beberapa insiden besar lainnya meliputi:
-
US$230 juta akibat kerentanan kontrak pintar di Cetus Protocol
-
US$100 juta rug pull oleh proyek LIBRA
-
Eksploitasi celah keamanan di Nobitex (US$90 juta) dan UPCX (US$70 juta)
Kuartal Kedua Menunjukkan Penurunan, Tapi Belum Aman
Menariknya, sebagian besar dana dicuri pada kuartal pertama (Q1) dengan total kerugian mencapai US$1,77 miliar. Di sisi lain, kuartal kedua (Q2) mencatat penurunan signifikan dengan hanya US$465 juta kerugian.
Penurunan tersebut bisa mengindikasikan peningkatan keamanan di tingkat bursa atau berkurangnya intensitas serangan, meskipun para analis mengingatkan bahwa penurunan ini juga bisa disebabkan oleh keterlambatan pelaporan insiden.
'Baca Juga: BlackRock Tambah Investasi Kripto Hampir Rp 388 Triliun pada Paruh Pertama 2025
Kerentanan Sistemik Masih Jadi Masalah Utama
Selain Bybit, Q1 juga menyaksikan:
-
Kehilangan US$50 juta dari Infini akibat lemahnya kontrol akses internal
-
Eksploitasi kontrak pintar di Abracadabra Money (US$13 juta) dan zkLend (US$9,6 juta)
Meskipun ada optimisme dari tren penurunan di Q2, para pakar keamanan memperingatkan bahwa jeda ini bisa bersifat sementara. Sistem di banyak proyek decentralized finance (DeFi) dan platform penyimpanan aset digital masih mengandung kerentanan yang bisa mengancam miliaran dolar dana pengguna.