Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak dunia menguat sekitar 1% pada perdagangan Senin (1/12/2025) setelah serangan drone besar terhadap fasilitas Caspian Pipeline Consortium (CPC) serta meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela memicu kekhawatiran gangguan pasokan.
Sentimen juga didorong keputusan OPEC+ yang mempertahankan target produksi hingga kuartal I-2026.
Melansir Reuters, hingga pukul 14.23 GMT, harga Brent naik US$ 0,45 (0,7%) menjadi US$ 62,83 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat US$ 0,41 (0,7%) ke US$ 58,96 per barel.
Baca Juga: Omnicom PHK 4.000 Karyawan Pasca Akuisisi IPG US$13 Miliar
CPC yang mengangkut sekitar 1% pasokan minyak global melaporkan salah satu dari tiga titik tambat (mooring) di terminal ekspor Novorossiysk rusak akibat serangan pada Sabtu sehingga operasi sempat terhenti.
Namun, Chevron, salah satu pemegang saham CPC, menyatakan proses pengapalan tetap berlangsung karena dua mooring masih dapat digunakan.
“Serangan terhadap terminal ekspor CPC menjadi pendorong utama kenaikan harga minyak,” ujar analis UBS Giovanni Staunovo.
Serangan terjadi seiring intensifikasi operasi militer Ukraina di Laut Hitam yang juga mengenai dua tanker menuju Novorossiysk.
Dari sisi kebijakan, OPEC+ yang sebelumnya menunda keputusan pada awal November kini sepakat mempertahankan kuota produksi. Langkah ini meredakan kekhawatiran pasar terkait potensi kelebihan pasokan.
Baca Juga: Harga Emas Sentuh Level Tertinggi Enam Pekan Senin (1/12), Perak Cetak Rekor Baru
“Selama ini narasi pasar condong pada risiko surplus minyak. Karena itu, keputusan OPEC+ mempertahankan target produksi memberikan sedikit kelegaan dan menstabilkan ekspektasi pasokan,” kata analis senior LSEG, Anh Pham.
Sebelumnya, Brent dan WTI ditutup melemah pada Jumat, membukukan penurunan bulanan keempat berturut-turut rentetan terpanjang sejak 2023 di tengah ekspektasi pertumbuhan pasokan global yang lebih tinggi.
Dari sisi geopolitik, Presiden AS Donald Trump pada Sabtu menyatakan wilayah udara di atas dan sekitar Venezuela “ditutup”.
Pernyataan itu kembali memicu ketidakpastian pasar, mengingat Venezuela merupakan produsen minyak utama.
Baca Juga: Rusia Berlakukan Bebas Visa 30 Hari untuk Warga China, Balasan atas Kebijakan Beijing
Trump mengungkap pada Minggu bahwa ia telah berbicara dengan Presiden Venezuela Nicolás Maduro, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.













