kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.943.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.340   46,00   0,28%
  • IDX 7.108   -48,06   -0,67%
  • KOMPAS100 1.036   -7,15   -0,69%
  • LQ45 793   -7,13   -0,89%
  • ISSI 231   -1,02   -0,44%
  • IDX30 412   -2,67   -0,64%
  • IDXHIDIV20 483   -2,57   -0,53%
  • IDX80 116   -0,87   -0,75%
  • IDXV30 119   -0,80   -0,67%
  • IDXQ30 133   -0,85   -0,64%

Ketika Cerai Jadi Bisnis: Calo Pendaftaran Muncul di China


Rabu, 18 Juni 2025 / 04:30 WIB
Ketika Cerai Jadi Bisnis: Calo Pendaftaran Muncul di China
ILUSTRASI. People cross a street in Beijing, China May 15, 2019. REUTERS/Thomas Peter


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Qin Meng, seorang pekerja administrasi medis di China, menemukan ladang cuan baru.

Ia bangun sebelum tengah malam, mengisi formulir permohonan perceraian kliennya di situs resmi pemerintah, lalu menekan tombol "konfirmasi" tepat di pukul 00.00.

“Kalau telat beberapa detik saja, slotnya langsung habis seketika,” kata perempuan 30 tahun ini, yang mengenakan tarif 400 yuan (sekitar Rp900.000) untuk jasanya, Selasa (17/6).

Baca Juga: Produk Murah Asal China Membanjiri Indonesia, Industri Lokal Tertekan

Bagi banyak pasangan yang sudah mencoba berbulan-bulan tanpa hasil, Qin menjadi penyelamat.

Munculnya agen dadakan seperti Qin, yang mempromosikan jasanya di media sosial China, menjadi cerminan bagaimana tekanan ekonomi memperparah stres dalam rumah tangga dan mendorong meningkatnya angka perceraian.

Badan Statistik Nasional China belum merilis angka resmi perceraian tahun 2024. Namun, demograf senior dari University of Wisconsin-Madison, Yi Fuxian, memperkirakan angkanya akan naik ke 2,6 per 1.000 orang atau naik dari titik rendah 2,0 saat pandemi COVID-19.

Sebagai perbandingan, tingkat perceraian terbaru di Jepang adalah 1,5 dan di Korea Selatan 1,8.

Poverty destroys marriage (kemiskinan menghancurkan pernikahan),” ujar Yi.

Baca Juga: SIPRI: China Tambah 100 Hulu Ledak Nuklir per Tahun, Kejar AS dan Rusia

Ia memperingatkan bahwa peningkatan angka perceraian berkorelasi terbalik dengan angka kelahiran, dan berpotensi memperburuk krisis demografi di China.

“Penurunan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir serta meningkatnya pengangguran anak muda telah menurunkan daya dukung finansial keluarga, memperbesar konflik, dan mendorong lonjakan perceraian,” lanjutnya.

Meskipun ekonomi China tumbuh sekitar 5% per tahun, rumah tangga lebih memilih menabung karena kekhawatiran terhadap keamanan kerja dan krisis properti yang berkepanjangan.

Sebagian besar pertumbuhan ekonomi ditopang oleh ekspor. Namun perusahaan-perusahaan yang terdampak tarif AS mulai memangkas gaji atau merumahkan pekerja, sementara jutaan lulusan baru kesulitan mencari pekerjaan.

Tekanan finansial ini mencuat ke publik tahun lalu, saat seorang pengemudi yang marah karena hasil perceraian menabrakkan mobil ke kerumunan dan menewaskan 35 orang.

Menjadi serangan paling mematikan di China dalam beberapa tahun terakhir. Ia divonis mati oleh pengadilan.

Menanggapi peristiwa itu, majalah Partai Komunis Qiushi menerbitkan ulang pidato Presiden Xi Jinping tahun 2016 yang menekankan pentingnya “keluarga harmonis demi masyarakat yang stabil.”

Baca Juga: Produk China di Indonesia Naik 21,43%, Ekonom: Defisit Bisa Meningkat Rp 185 Triliun

Perceraian dan Tekanan Finansial

Data demograf menunjukkan tren perceraian yang lebih rendah di kawasan pesisir yang lebih makmur, dan lebih tinggi di wilayah pedalaman serta utara China yang lebih miskin, mengindikasikan pengaruh tekanan ekonomi.

Zhou Minghui, seorang pekerja di bidang pendidikan di Shenzhen, akhirnya berhasil memesan slot perceraian pada percobaan kelima. Ia khawatir mantan suaminya akan berubah pikiran jika proses berlarut.

Baca Juga: Impor Produk dari China Kian Melonjak, APSyFI Minta Bea Masuk Anti-Dumping

Alasan Zhou bercerai adalah keputusan investasi sang suami yang “sembrono.” Dalam tiga tahun, ia merugi hampir 4 juta yuan di pasar saham.

Mereka terpaksa menjual rumah, dan tetap belum bisa melunasi seluruh utang yang dipakai untuk membeli saham.

“Di masa ekonomi sulit seperti ini, orang seharusnya tidak gegabah berinvestasi atau konsumtif,” ujar Zhou, 38 tahun.

Penurunan angka perceraian saat pandemi COVID-19 kini dianggap sebagai anomali, bukan tren jangka panjang.

Selain karena layanan publik ditutup, tahun 2021 China menerapkan aturan "masa tunggu 30 hari" sebelum pasangan bisa resmi bercerai secara damai di luar pengadilan.

Pasangan harus memesan dua janji temu online sebelum dan sesudah masa tunggu itu, melalui situs Departemen Urusan Sipil. Namun kini, permintaan jauh melebihi jumlah slot harian yang tersedia.

Itulah celah yang dimanfaatkan agen-agen seperti Qin. Biaya jasanya bervariasi antara 50 yuan hingga 999 yuan.

Sejak mulai menekuni usaha ini "hanya untuk iseng" pada bulan Maret, Qin sudah mengantongi 5.000 yuan—hampir setengah dari gaji bulanannya.

Baca Juga: Belanja Ritel China Meningkat Saat Produksi Industri Melambat

Ia menerima banyak permintaan setiap hari dan yakin pendapatannya akan terus meningkat.

“Ekonomi sedang tidak baik. Tekanan kerja bertambah, konflik rumah tangga juga meningkt,” kata Qin.

“Angka perceraian akan terus naik.”

Selanjutnya: Piala Dunia FIFA 2026: Ini Daftar Tim yang Terkualifikasi dan Masih Berpeluang Lolos

Menarik Dibaca: Cek Cepat! Jadwal KRL Jogja Solo pada Rabu 18 Juni 2025 Tujuan Akhir ke Palur




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×