Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - KAIRO. Mesir disebutkan akan mempresentasikan rencana rekonstruksi Gaza kepada para pemimpin Arab dalam KTT di Kairo pada Selasa (4/3).
Rencana tersebut menargetkan anggaran sebesar US$53 miliar dalam lima tahun ke depan dan menegaskan tidak akan ada pemindahan paksa warga Palestina, berbeda dengan gagasan Presiden AS Donald Trump yang ingin mengembangkan "Riviera Timur Tengah", menurut dokumen yang dilihat oleh Reuters.
Rencana ini diperkirakan akan disetujui dalam komunike akhir yang dirilis pada Selasa malam. Reuters telah melihat draf dokumen tersebut.
Baca Juga: Harga Bahan Pokok di Gaza Melonjak 100 Kali Lipat akibat Penutupan Perbatasan
Namun, baik rencana rekonstruksi maupun komunike tersebut tidak menjawab pertanyaan besar yang masih menggantung terkait masa depan Gaza pasca-perang selama 15 bulan dengan Israel—siapa yang akan memerintah wilayah itu?
Dalam komunike tersebut hanya disebutkan dukungan terhadap keputusan Palestina untuk membentuk komite administratif yang mengurus Gaza, tanpa membahas peran Hamas setelah perang berakhir.
Para pemimpin Arab juga diperkirakan akan menyerukan pemilu di Tepi Barat dan Gaza dalam waktu satu tahun, menurut draf komunike akhir.
Siapa yang Akan Mengontrol Gaza?
Draf rencana politik Mesir yang dilihat oleh Reuters pada Senin (3/3) menunjukkan bahwa Kairo ingin menyingkirkan Hamas dan menggantinya dengan lembaga-lembaga yang dikendalikan oleh negara-negara Arab, Muslim, dan Barat.
Namun, tidak jelas apakah Mesir akan mempresentasikan rencana politik ini dalam KTT tersebut.
Rencana rekonstruksi Mesir tidak menjelaskan siapa yang akan mendanai pembangunan kembali Gaza yang telah luluh lantak akibat perang.
Baca Juga: Tentara Israel Kembali Menyerang Gaza, Dua Warga Palestina Terbunuh
Untuk mewujudkan proyek ini, diperlukan dukungan finansial dari negara-negara Teluk kaya minyak seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi.
UEA, yang menganggap Hamas sebagai ancaman eksistensial, menginginkan perlucutan senjata total kelompok tersebut.
Sementara itu, beberapa negara Arab lainnya lebih memilih pendekatan bertahap, menurut sumber yang dekat dengan pembicaraan tersebut.
Hamas sendiri menolak segala bentuk solusi yang dipaksakan oleh pihak luar.
"Hamas menolak segala proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina, serta keberadaan pasukan asing di Gaza," kata pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, kepada Reuters.
Alternatif untuk Rencana Trump
Draf komunike akhir dari KTT Arab menyerukan kepada komunitas internasional dan lembaga keuangan untuk segera memberikan dukungan bagi visi Mesir dalam membangun kembali Gaza.
Selama hampir sebulan terakhir, Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk Arab telah berdiskusi mengenai alternatif dari rencana Trump yang ingin memindahkan warga Palestina dan membangun kembali Gaza dengan model ekonomi yang didukung AS.
Baca Juga: Israel Siap Panggil 400.000 Tentara Tambahan, Gaza Kembali Terancam
Negara-negara Arab khawatir rencana ini justru dapat menyebabkan ketidakstabilan regional.
Dokumen "Rencana Rekonstruksi Gaza" setebal 112 halaman dari Mesir mencakup peta pembangunan kembali wilayah Gaza serta ilustrasi berwarna dari perumahan, taman, pusat komunitas, pelabuhan dagang, pusat teknologi, hotel di tepi pantai, dan bandara.
Rekonstruksi Gaza diproyeksikan berlangsung selama lima tahun, dengan tahap pertama selama dua tahun menelan biaya $20 miliar untuk membangun 200.000 unit rumah.
Sumber lain yang mengetahui pembicaraan tersebut mengatakan Israel kemungkinan tidak akan menentang keterlibatan lembaga Arab dalam pemerintahan Gaza, asalkan Hamas tidak lagi berkuasa.
Sementara itu, komunike KTT Arab menegaskan penolakan terhadap pemindahan massal warga Palestina dari Gaza, sebuah usulan yang diajukan oleh AS namun dianggap sebagai ancaman keamanan oleh Mesir dan Yordania.
Baca Juga: Donald Trump: Saya Berkomitmen untuk Membeli dan Memiliki Gaza
Konflik di Gaza pecah setelah pejuang Hamas menyerang Israel selatan pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 lainnya, menurut data Israel.
Serangan Israel sejak saat itu telah menyebabkan lebih dari 48.000 kematian di Gaza, menurut pejabat kesehatan Palestina.
Sejak Hamas mengusir Otoritas Palestina dari Gaza setelah perang saudara singkat pada 2007, kelompok ini telah menumpas segala bentuk oposisi di wilayah tersebut.