Sumber: South China Morning Post,Channel News Asia,BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING/WASHINGTON. Hong Kong kini menjadi medan pertempuran sengit baru antara Amerika Serikat dengan China. Bagaimana kronologinya?
Beijing pada pekan lalu mengusulkan untuk menerapkan hukum keamanan di Hong Kong. Undang-undang tersebut akan melarang pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan dan subversi. China mengatakan perlu untuk memerangi aksi protes disertai kekerasan yang telah tumbuh di wilayah tersebut.
Pada hari Selasa (26/5/2020), Presiden Donald Trump mengatakan AS akan mengumumkan tanggapan "sangat kuat" terhadap undang-undang yang diusulkan Beijing. Rencana China itu juga mendapat kritikan dari Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang menggambarkannya sebagai "lonceng kematian" untuk kebebasan kota.
Baca Juga: Parlemen China Sahkan UU Anti Subversi buat Hong Kong
Pada Rabu (27/5/2020), China memutuskan untuk memperluas ruang lingkup Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional, dengan memasukkan organisasi dan individu, sebuah langkah yang kemungkinan akan memperburuk kekhawatiran atas kebebasan di Hong Kong.
Penyiar lokal RTHK dan South China Morning Post melaporkan, undang-undang tersebut tengah direvisi oleh parlemen China di mana undang undang ini mencakup tidak hanya perilaku atau tindakan yang membahayakan keamanan nasional, tetapi juga kegiatan.
Baca Juga: China: Keputusan AS atas Hong Kong adalah tindakan paling biadab
Asal tahu saja, UU Keamanan Nasional bisa membuka jalan bagi agen keamanan China untuk membuka cabang di Hong Kong. Beleid ini menargetkan pemisahan diri, subversi, terorisme, dan campur tangan asing, istilah yang semakin banyak Beijing pakai untuk menggambarkan protes tahun lalu.
Undang-undang itu telah menghidupkan kembali aksi protes oleh para demonstran anti-pemerintah yang mengatakan, China memiliki tujuan untuk mengekang kebebasan yang masyarakat nikmati di Hong Kong, pusat keuangan global dengan otonomi luas.
Menanggapi hal ini, pada hari yang sama, pemerintahan Trump mengumumkan keputusan besar terkait Hong Kong. Pemerintahan Trump menginformasikan kepada Kongres AS bahwa negara kota itu bukan lagi daerah otonom dari China.
Melansir South China Morning Post, penilaian ini merupakan langkah penting AS dalam memutuskan apakah Hong Kong akan terus menerima perlakuan ekonomi dan perdagangan istimewa dari Washington.
Baca Juga: PM Tiongkok: Pemisahan hubungan China-AS berbahaya bagi dunia
"Tidak ada orang yang memiliki alasan yang dapat menyatakan hari ini bahwa Hong Kong mempertahankan otonomi tingkat tinggi dari China, mengingat fakta di lapangan," jelas Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan. “Keputusan ini tidak membuat saya senang. Akan tetapi penentuan kebijakan yang sehat membutuhkan pengakuan berdasarkan realita.”
Sertifikasi Departemen Luar Negeri adalah sebuah rekomendasi dan tidak serta-merta mengarah ke langkah berikutnya. Para pejabat AS, termasuk Presiden Donald Trump, sekarang harus memutuskan sejauh mana sanksi atau tindakan kebijakan lain harus ditujukan kepada Hong Kong.
Baca Juga: AS dan China bentrok di PBB gara-gara soal RUU keamanan Hong Kong
"Sementara Amerika Serikat pernah berharap bahwa Hong Kong yang bebas dan makmur akan memberikan model untuk China yang otoriter, sekarang jelas bahwa China menjadi contoh bagi Hong Kong," kata pengumuman Pompeo.
Di bawah Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong yang disahkan oleh Kongres AS pada bulan November, pemerintah harus memutuskan setiap tahun apakah pemerintahan Hong Kong berbeda dengan China atau tidak.
Opsi sanksi yang tersedia bagi pemerintah AS -yang menurut analis sebagian besar mungkin tergantung pada reaksi Beijing- termasuk tarif perdagangan yang lebih tinggi, aturan investasi yang lebih ketat, pembekuan aset, dan peraturan visa yang lebih berat.
Dampaknya terhadap Hong Kong
Keputusan ini dapat membahayakan perdagangan yang bernilai miliaran dolar antara Hong Kong dan AS dan dapat menghalangi orang untuk berinvestasi di sana di masa depan.
Tak hanya itu, keputusan tersebut juga akan melukai China daratan, yang menggunakan Hong Kong sebagai semacam perantara untuk transaksi dengan seluruh dunia. Perusahaan daratan dan perusahaan multinasional menggunakan wilayah tersebut sebagai basis internasional atau regional.
Baca Juga: China bakal murka, DPR AS ketok palu UU HAM Muslim Uighur
Tak lama setelah deklarasi Pompeo, aktivis pro-demokrasi terkemuka Joshua Wong meminta para pemimpin AS, Eropa dan Asia untuk mengikuti jejaknya dan mempertimbangkan kembali status perdagangan khusus Hong Kong jika Beijing memberlakukan undang-undang keamanan.
"Begitu undang-undang itu diterapkan, Hong Kong akan berasimilasi dengan rezim otoriter China, baik dalam hal supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia," ia memperingatkan.
Baca Juga: Bakal kian memanas, Parlemen China setujui UU Keamanan Hong Kong
"Undang-undang keamanan akan menciptakan kerusakan besar pada ekspatriat dan investor di Hong Kong. Mempertahankan otonomi kota adalah "satu-satunya cara" untuk melindungi bisnis, tambahnya.
China murka
Deklarasi ini dapat memiliki implikasi besar bagi status pusat perdagangan Hong Kong dan kemungkinan akan membuat Beijing murka.
China mengatakan, keputusan Amerika Serikat (AS) mencabut status khusus Hong Kong atas kekhawatiran kebebasan yang terkekang adalah tindakan "paling biadab".
"Ini yang paling biadab, paling tidak masuk akal, dan paling tidak tahu malu," kata Kantor Kementerian Luar Negeri China di Hong Kong, Kamis (28/5), seperti dikutip Channelnewsasia.com.
Baca Juga: Hong Kong no longer deserves special U.S. status, Pompeo says
Di bawah undang-undang yang Kongres AS sahkan tahun lalu, yang bertujuan mendukung gerakan pro-demokrasi Hong Kong, Pemerintah AS harus menyatakan Hong Kong masih menikmati kebebasan yang China janjikan ketika bernegosiasi dengan Inggris untuk mengambil kembali koloni itu.
Keputusan Washington yang mencabut status khusus Hong Kong, berarti pusat keuangan tersebut bisa kehilangan hak perdagangan termasuk tarif lebih rendah dengan AS.
Menurut David Stilwell, pejabat tinggi Departemen Luar Negeri untuk Asia Timur, Presiden AS Donald Trump pada akhirnya akan memutuskan tindakan yang harus dia ambil atas Hong Kong.
Baca Juga: Xi Jinping titahkan militer China siapkan skenario terburuk dan siaga tempur
Tapi, dia menegaskan, negeri uak Sam tidak ingin melukai rakyat Hong Kong. "Keputusan ini dibuat oleh pemerintah di Beijing, dan bukan oleh AS," ujarnya kepada wartawan seperti dilansir Channelnewsasia.com.
Kementerian Luar Negeri China menyatakan siap mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mencegah campur tangan asing, dalam hal ini Amerika Serikat (AS), terkait undang-undang keamanan baru Hong Kong yang tengah di bahas.
Hal ini dikatakan Kemenlu China pada hari Rabu merespons pernyataan keras dari Washington yang siap menjatuhkan sanksi berat terhadap China dan Hong Kong.
Baca Juga: Dampak keputusan AS atas Hong Kong: China bisa semakin murka
Mengutip Reuters, Rabu (27/5), Juru Bicara Kemenlu China, Zhao Lijian membuat pernyataan itu dalam briefing harian sebagian tanggapan atas komentar Presiden AS Donald Trump bahwa Washington tengah mengerjakan respons yang kuat terhadap undang-undang yang akan diumumkan sebelum akhir pekan ini.
Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping meminta militer China untuk memikirkan skenario terburuk dan meningkatkan kesiapsiagaan pertempuran setelah menaikkan 6% anggaran militer Tiongkok.
Baca Juga: Keputusan besar Amerika: Hong Kong bukan lagi daerah otonomi China
Xi membuat pernyataan itu selama pertemuan tahunannya dengan perwakilan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) yang menghadiri Kongres Rakyat Nasional atau Parlemen Beijing.