Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - VATIKAN. Para kardinal Gereja Katolik Roma dijadwalkan mengadakan konklaf pada Rabu untuk memilih paus baru, menggantikan Paus Fransiskus yang wafat bulan lalu.
Pemilihan ini bersifat rahasia dan terbuka lebar, dengan sejumlah nama mencuat sebagai kandidat potensial.
Berikut adalah beberapa kandidat yang banyak disebut, disusun menurut abjad:
1. Kardinal Jean-Marc Aveline (66) – Prancis
Uskup Agung Marseille ini dikenal santai dan dekat secara ideologis dengan Paus Fransiskus, terutama dalam isu imigrasi dan hubungan antaragama, khususnya dengan dunia Muslim.
Baca Juga: Jadi Sorotan, Segini Jumlah Kekayaan Paus Fransiskus Saat Wafat
Ia memiliki gelar doktor teologi dan latar belakang filsafat. Lahir di Aljazair dari keluarga imigran Spanyol, Aveline telah lama menetap di Marseille. Ia menjadi uskup pada 2013, uskup agung pada 2019, dan kardinal pada 2022.
Namanya semakin diperhitungkan setelah menjadi tuan rumah konferensi Mediterania yang dihadiri Paus pada 2023. Jika terpilih, ia akan menjadi paus Prancis pertama sejak abad ke-14.
2. Kardinal Charles Maung Bo (76) – Myanmar
Bo menjadi kardinal pertama dari Myanmar pada 2015. Ia dikenal memuji kepemimpinan Fransiskus yang membela kaum terpinggirkan, namun di dalam negeri, ia menuai kontroversi karena kedekatannya dengan junta militer.
Ia menjadi uskup agung Yangon pada 2003 setelah sebelumnya menjalani pendidikan dan pelayanan bersama Ordo Salesian.
3. Kardinal Péter Erdő (72) – Hongaria
Erdő adalah sosok konservatif yang dihormati karena kemampuannya membangun hubungan dengan kalangan progresif. Ia pernah menjadi kandidat kuat pada konklaf 2013.
Baca Juga: Siapa Pengganti Paus Fransiskus? Ini 5 Kandidat Terkuatnya
Meskipun teologinya konservatif, ia bersikap pragmatis dan jarang berselisih dengan Paus Fransiskus. Ia juga dikenal karena keahliannya dalam hukum Gereja dan kemampuan multibahasa.
4. Kardinal Mario Grech (68) – Malta
Berasal dari pulau Gozo, Grech menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Sinode Para Uskup, posisi penting di Vatikan.
Awalnya konservatif, ia kini mendukung banyak reformasi Fransiskus, termasuk keterbukaan terhadap kaum LGBT dan penerimaan Komuni bagi mereka yang telah menikah ulang. Ia dikenal luas oleh banyak kardinal, keunggulan penting dalam pemilihan.
5. Kardinal Cristóbal López Romero (72) – Spanyol/Maroko
Uskup Agung Rabat ini merupakan anggota Ordo Salesian yang telah lama melayani di Afrika Utara dan Amerika Latin. Meski menyatakan tidak ingin menjadi paus, namanya tetap muncul karena komitmennya pada kaum marginal dan dialog antaragama. Ia mencerminkan fokus Fransiskus pada "pinggiran".
6. Kardinal Pietro Parolin (70) – Italia
Diplomat senior Vatikan, Parolin menjabat sebagai Menteri Luar Negeri sejak 2013. Ia memainkan peran penting dalam hubungan Vatikan dengan China dan Vietnam.
Baca Juga: Orang-Orang Terkejut Setelah Melihat Seperti Apa Kamar Tidur Paus Fransiskus
Sebagai sosok moderat, ia dipandang sebagai kandidat kompromi antara kubu progresif dan konservatif. Jika terpilih, ia akan menjadi paus Italia pertama sejak 1978.
7. Kardinal Robert Prevost (69) – Amerika Serikat
Lahir di Chicago dan pernah menjadi misionaris di Peru, Prevost relatif tidak dikenal publik. Namun, posisinya sebagai prefek yang bertugas menunjuk para uskup global memberikan pengaruh besar.
Ia dikenal mendukung visi Gereja yang inklusif dan berfokus pada keadilan sosial.
8. Kardinal Luis Antonio Tagle (67) – Filipina
Tagle sering disebut sebagai "Fransiskus dari Asia". Ia memiliki pengalaman panjang dalam pelayanan pastoral dan jabatan administratif tinggi, termasuk sebagai pemimpin Evangelisasi dan Caritas Internationalis.
Baca Juga: Bagaimana Sosok Paus Fransiskus di Mata Menteri Agama?
Jika terpilih, ia akan menjadi paus pertama dari Asia. Meskipun sempat terlibat dalam kontroversi kepemimpinan Caritas, namanya tetap diperhitungkan.
9. Kardinal Matteo Maria Zuppi (69) – Italia
Uskup Agung Bologna ini dikenal sebagai pendukung kuat agenda sosial Fransiskus dan aktif dalam diplomasi damai, termasuk konflik Rusia-Ukraina.
Terlibat dalam Komunitas Sant’Egidio, ia dikenal dekat dengan masyarakat bawah. Namun, ia juga dikritik karena lambatnya respons terhadap isu pelecehan seksual di Gereja Italia.
Konklaf mendatang diperkirakan akan mencerminkan dinamika antara kesinambungan visi Fransiskus dan keinginan untuk arah baru. Para kandidat berasal dari latar belakang yang beragam, mencerminkan jangkauan global dan kompleksitas Gereja Katolik saat ini.