Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON / PARIS. Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyatakan bahwa Washington akan menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika tidak ada kemajuan nyata dalam waktu dekat.
Dalam pernyataan kepada pers di Gedung Putih pada Jumat (waktu setempat), Trump menyampaikan frustrasinya terhadap lambannya proses negosiasi. “Kami ingin ini selesai secepat mungkin,” tegas Trump.
“Jika salah satu pihak membuat semuanya sangat sulit, kami hanya akan berkata, ‘kalian bodoh, kalian orang jahat, dan kami akan mundur.’ Namun semoga kami tak perlu sampai pada titik itu,” tambahnya.
Ultimatum dari Washington
Komentar Trump tersebut memperkuat pernyataan sebelumnya dari Rubio, yang menyatakan bahwa pihak-pihak terkait hanya memiliki waktu beberapa hari untuk menunjukkan komitmen terhadap kemajuan konkret.
Baca Juga: Trump Akan Pecat Gubernur The Fed Jerome Powell
“Kami tidak akan terus melakukan upaya ini selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan,” ujar Rubio usai pertemuan dengan pemimpin Eropa dan Ukraina di Paris.
“Kami harus tahu dengan cepat, dalam hitungan hari, apakah ini dapat diwujudkan dalam beberapa minggu ke depan,” terangnya.
Meskipun Trump enggan menetapkan tenggat waktu secara spesifik, sumber internal mengonfirmasi bahwa Gedung Putih semakin tidak sabar dengan lambannya perkembangan dan posisi keras Moskow.
Reaksi Rusia dan Ukraina
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengklaim bahwa beberapa kemajuan telah dicapai namun mengakui bahwa komunikasi dengan Washington tetap sulit. Ia menegaskan Rusia tetap terbuka untuk berdialog selama kepentingannya terjamin.
Namun, hubungan AS-Ukraina juga terganggu menyusul komentar Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, yang menuduh utusan khusus Trump, Steve Witkoff, menyebarkan narasi pro-Rusia. Seorang pejabat AS menyebut komentar itu "tidak membantu proses" dan memicu ketegangan tambahan.
Pertemuan Tingkat Tinggi dan Inisiatif Damai AS
Pertemuan di Paris menjadi dialog tatap muka pertama dengan kekuatan Eropa dalam rangka memajukan kerangka perdamaian AS. Rubio menyatakan kerangka damai yang ia bawa mendapat "sambutan yang menggembirakan," sementara kantor Zelenskiy menyebut diskusi berlangsung positif.
Baca Juga: Pemerintahan Trump Minta Harvard Ungkap Donasi dari Luar Negeri
Wakil Presiden JD Vance, yang berbicara di Roma usai bertemu Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, menyuarakan optimisme bahwa AS masih bisa membantu mengakhiri perang yang ia sebut "sangat brutal."
Menurut seorang pejabat AS, negosiasi lanjutan akan digelar di London pekan depan. Washington berharap Ukraina menyetujui “lembar persyaratan” termasuk gencatan senjata menyeluruh di darat, laut, dan udara selama minimal 30 hari.
Tekanan Politik dan Implikasi Strategis
Trump sebelumnya berjanji untuk mengakhiri perang Ukraina dalam 24 jam pertama masa kepresidenannya, namun kemudian mengubah sikap dan menargetkan tercapainya kesepakatan pada April atau Mei.
Kini, dengan waktu terus berjalan dan perang terus berkecamuk, Trump mulai mempertimbangkan apakah tetap berperan sebagai mediator adalah langkah bijak. Sumber di lingkaran dalam Gedung Putih menyebut Trump khawatir konflik ini akan “menjadi perangnya sendiri”.
Jika AS memutuskan untuk mundur, prospek kesepakatan damai diprediksi akan melemah drastis, karena belum ada negara lain yang memiliki pengaruh sekuat Washington atas Moskow dan Kyiv.
Trump memiliki dua opsi utama: mempertahankan kebijakan saat ini, termasuk sanksi terhadap Rusia dan bantuan militer ke Ukraina; atau justru menghentikan seluruh dukungan finansial kepada Kyiv, yang bisa menjadi titik balik besar dalam dinamika konflik.
Baca Juga: Hadapi Tarif Trump, Toyota Pertimbangkan Tambah Lini Produksi RAV4di AS
Isu Crimea dan Sinyal dari Washington
Salah satu poin paling kontroversial dalam perundingan adalah status Crimea. Laporan Bloomberg pada Jumat menyebut bahwa AS mungkin bersedia secara diam-diam mengakui kendali Rusia atas wilayah tersebut sebagai bagian dari kompromi damai. Crimea telah dicaplok Moskow sejak 2014 dan menjadi batu sandungan utama dalam pembicaraan.
Putin dilaporkan menuntut agar Ukraina meninggalkan ambisinya untuk bergabung dengan NATO, mengakui aneksasi empat wilayah timur yang saat ini dikuasai Rusia, dan membatasi ukuran militer mereka. Kyiv menilai tuntutan tersebut sebagai bentuk penyerahan total.
Rubio menegaskan bahwa negara-negara Eropa memainkan peran kunci, terutama karena pencabutan sanksi terhadap Rusia kemungkinan besar menjadi syarat penting bagi kesepakatan. Ia juga menyebut bahwa jaminan keamanan dari AS terhadap Ukraina menjadi isu krusial, namun menambahkan, “itu adalah hal yang masih bisa kami atur agar dapat diterima oleh semua pihak.”
Namun Rubio mengingatkan, “tantangan yang lebih besar masih harus diselesaikan.”