Sumber: CNBC | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - Presiden Donald Trump mengecualikan impor pertanian utama seperti kopi, kakao, pisang, dan beberapa produk daging sapi. Hal tersebut diumumkannya pada Jumat (15/11/2025).
Langkah ini diambil di tengah tingginya harga produk-produk tersebut di toko bahan makanan AS. Apalagi beberapa distributor daging sapi, kopi, cokelat, dan bahan makanan umum lainnya telah menaikkan harga seiring diberlakukannya tarif Trump tahun ini. Itu sekaligus menambah tekanan pada anggaran rumah tangga yang diakibatkan oleh inflasi yang tinggi.
Selain itu, Trump juga mengecualikan berbagai buah-buahan termasuk tomat, alpukat, kelapa, jeruk, dan nanas. Kemudian pengurangan tarif juga berlaku untuk teh hitam dan hijau, serta rempah-rempah seperti kayu manis dan pala.
Langkah ini menandai pembalikan bagi Trump, yang bersikeras bahwa tarif diperlukan untuk melindungi bisnis dan pekerja AS. Ia berpendapat bahwa konsumen AS pada akhirnya tidak akan menanggung bea masuk yang lebih tinggi.
Baca Juga: Pertama Kali di Era Trump, AS Sepakati Pasok Suku Cadang Jet Tempur ke Taiwan
Pengecualian ini muncul hanya sehari setelah Trump mencapai kesepakatan kerangka kerja perdagangan dengan empat negara Amerika Latin, yaitu tarif 10% untuk sebagian besar barang dari Argentina, Guatemala, dan El Salvador dan 15% dari Ekuador. Perjanjian ini juga menghapus bea masuk khususnya untuk produk yang tidak ditanam atau diproduksi di AS dalam jumlah yang memadai, seperti pisang dan kopi.
Kenaikan harga pangan telah menghambat rumah tangga di AS selama beberapa tahun. Data Indeks Harga Konsumen menunjukkan harga pangan di rumah meningkat sekitar 2,7% year-on-year pada bulan September.
Pengecualian tarif ini bertujuan untuk membantu meredam kenaikan harga bahan makanan ini, meskipun para ahli memperingatkan bahwa faktor-faktor lain seperti kekurangan pasokan global juga memengaruhi harga, terutama untuk kopi dan daging sapi.
Daging sapi
Pembebasan tarif untuk daging sapi ini muncul setelah kenaikan harga selama berbulan-bulan yang sebagian besar disebabkan kebijakan tarif Trump sendiri.Selama setahun terakhir, AS telah mengenakan bea masuk yang tinggi kepada pemasok-pemasok utama termasuk Brasil, Australia, Selandia Baru, dan Uruguay. Para peternak kesulitan membangun kembali ternak di tengah kekeringan, biaya pakan yang lebih tinggi, dan tarif pupuk, baja, dan aluminium yang membuat peralatan dan perbaikan menjadi lebih mahal.
Menurut data Biro Statistik Tenaga Kerja, keterbatasan pasokan telah memicu lonjakan harga produk daging sapi mentah yang naik 12% hingga 18% year-on-year pada bulan September.
Baca Juga: Berbicara dengan Dua Pemimpin Negara, Trump: Kamboja dan Thailand Akan Baik-Baik Saja
Kopi
Menurut data Biro Statistik Tenega Kerja, harga kopi sangrai bubuk di AS telah mencapai US$8,41 per pon pada bulan Juli, rekor tertinggi dan peningkatan 33% dari tahun sebelumnya.
Tarif 50% Trump untuk kopi Brasil, yang memasok sekitar sepertiga dari impor AS telah meningkatkan biaya di seluruh rantai pasokan pemanggangan dan ritel. Begitu juga dengan negara pemasok lainnya seperti Vietnam dan Kolombia.
Para pemanggang kopi dan kafe mengatakan mereka tidak memiliki cara untuk menghindari bea masuk karena AS tidak memproduksi biji kopi yang dikonsumsinya, sehingga importir menanggung biaya yang lebih tinggi terlepas dari asal usulnya. Laporan CPI bulan September menemukan bahwa harga kopi naik hampir 21% pada bulan Agustus dibandingkan tahun sebelumnya. Itu merupakan lonjakan terbesar sejak tahun 1990-an.
Para pengecer telah memperingatkan bahwa dampaknya dapat meluas jika tarif tetap berlaku. Tax Foundation memperkirakan pada bulan Agustus bahwa 74% impor makanan AS menghadapi tarif, yang sudah mencakup teh, rempah-rempah, dan produk lain yang, seperti kopi, tidak memiliki izin edar domestik.
Baca Juga: Akhirnya, Trump Meneken Kesepakatan untuk Akhiri Penutupan Pemerintah AS
Kakao
Kakao menghadapi tekanan harga yang serupa. Bahkan setelah aksi jual tajam pada musim gugur ini, harga berjangka masih bertengger lebih dari dua kali lipat dari level sebelum pandemi, dengan harga sekitar US$ 5.300. Ini terjadi karena persoalan tarif dan tiga tahun gagal panen akibat cuaca di Pantai Gading dan Ghana.
Oktober lalu, para eksekutif Hershey mengatakan mereka memperkirakan pengeluaran tarif sebesar US$160 juta hingga $170 juta tahun ini.













