Sumber: Channel News Asia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat Donald Trump meraih kemenangan politik besar pada Kamis (3/7), setelah Kongres secara tipis mengesahkan RUU pajak dan belanja unggulannya, yang memperkuat agenda radikal masa jabatan keduanya dan meningkatkan pendanaan untuk kebijakan imigrasi ketatnya.
Melansir laman Channelnewsasia yang mengutip pemberitaan AFP, Trump yang tampak antusias menyatakan bahwa pengesahan RUU tersebut akan membuat ekonomi AS “meluncur seperti roket”.
Baca Juga: Trump Menaikkan Tarif Masuk Taman Nasional untuk Wisatawan Asing
Meskipun banyak anggota Partai Republik sendiri mengkhawatirkan dampaknya terhadap lonjakan utang nasional dan pemangkasan besar-besaran pada program kesehatan serta kesejahteraan sosial.
Dalam perjalanan menuju kampanye di Iowa untuk memulai perayaan Hari Kemerdekaan AS ke-250, Trump menyebut paket anggaran itu sebagai “RUU terbesar dalam sejarah” yang pernah ditandatangani.
Kelompok kecil penentang dari Partai Republik akhirnya luluh setelah Ketua DPR Mike Johnson bekerja sepanjang malam untuk membujuk mereka agar mendukung “One Big Beautiful Bill”.
RUU tersebut lolos dengan suara tipis 218 melawan 214. Gedung Putih langsung mengumumkan “KEMENANGAN” melalui media sosial, dan menyatakan Trump akan menandatangani RUU tersebut menjadi undang-undang pada Hari Kemerdekaan, 4 Juli.
Pengesahan sempat tertunda hingga Kamis malam setelah pemimpin minoritas Demokrat di DPR, Hakeem Jeffries, berpidato selama hampir sembilan jam guna menunda pemungutan suara.
Baca Juga: Kementerian Keuangan AS Memperkirakan 100 Negara Bakal Kena Tarif Timbal Balik 10%
Pemangkasan Pajak, Deportasi Massal
RUU tersebut merupakan satu dari serangkaian kemenangan besar Trump belakangan ini, termasuk putusan Mahkamah Agung yang membatasi kekuasaan hakim federal tunggal dalam memblokir kebijakannya, serta serangan udara AS yang memicu gencatan senjata antara Israel dan Iran.
Paket kebijakan setebal 869 halaman ini telah disetujui oleh Senat pada Selasa dan kembali ke DPR untuk pengesahan final atas revisi Senat.
RUU ini mencerminkan banyak janji kampanye Trump, termasuk:
- Peningkatan belanja militer
- Pendanaan deportasi massal migran
- Penggelontoran dana US$4,5 triliun untuk memperpanjang insentif pajak dari masa jabatan pertamanya
"Segalanya kacau balau di bawah rezim radikal Biden-Harris," ujar Johnson.
“Dan kami berupaya semaksimal mungkin memperbaikinya melalui satu RUU besar dan indah.”
Baca Juga: Kekayaan Donald Trump Bertambah hingga US$620 Juta Berkat Aset Kripto
Meningkatkan Utang, Memangkas Program Sosial
Namun, RUU ini diperkirakan akan menambah sekitar US$3,4 triliun terhadap defisit AS selama satu dekade.
Selain itu, kebijakan ini juga memangkas program bantuan pangan federal dan menjadi pemangkasan terbesar terhadap program Medicaid, asuransi kesehatan untuk warga berpenghasilan rendah, sejak diluncurkan pada 1960-an.
Diperkirakan 17 juta orang akan kehilangan cakupan asuransinya, dan puluhan rumah sakit di daerah pedesaan terancam tutup.
Anggota Partai Republik yang moderat mengkhawatirkan dampaknya terhadap peluang mereka dalam pemilu 2026, sementara kubu konservatif garis keras menilai penghematan yang dijanjikan tidak sesuai harapan.
Trump disebut telah menghabiskan waktu berminggu-minggu menelpon langsung anggota parlemen dan menggelar pertemuan intensif di Gedung Putih untuk meyakinkan mereka.
Baca Juga: Trump akan Mengenakan Tarif 20% untuk Ekspor Vietnam ke AS
Penolakan dari Demokrat: “Kejam dan Abai”
Partai Demokrat berharap penolakan publik terhadap RUU ini dapat membantu mereka merebut kembali mayoritas di DPR dalam Pemilu Paruh Waktu 2026, dengan menyebut kebijakan ini sebagai redistribusi kekayaan terbesar dari rakyat miskin ke orang kaya.
Dalam pidatonya sebelum pemungutan suara, Jeffries menyebut RUU ini sebagai “satu RUU besar nan menjijikkan” dan “anggaran Republik yang kejam”.
“Ini bukan soal memperbaiki kualitas hidup rakyat Amerika,” ujarnya.
Mantan Presiden Joe Biden pun ikut mengomentari pasca-pengesahan, menyebut RUU itu bukan hanya “ceroboh, tapi juga kejam.”
Tambahan belanja militer dan keamanan perbatasan akan dibiayai sebagian besar dengan mencabut subsidi untuk energi bersih dan kendaraan listrik, memicu perseteruan terbuka antara Trump dan mantan penasihat utamanya, Elon Musk.