Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Vietnam dilaporkan menutup sekitar 86 juta rekening bank per 1 September 2025, setelah pemiliknya gagal melakukan verifikasi biometrik wajah sesuai aturan baru yang diterapkan pemerintah.
Kebijakan ini memicu perdebatan luas, terutama di kalangan pendukung aset kripto yang melihatnya sebagai bukti pentingnya kebebasan finansial melalui Bitcoin.
Baca Juga: London Stock Exchange Rilis Produk Bitcoin Staking ETP, Tawarkan Imbal Hasil 1,4%
86 Juta Rekening Ditutup, 113 Juta Lainnya Diverifikasi
Melansir Cointelegraph pada Jumat (19/9/2025), dengan mengutip sejumlah media Vietnam, termasuk Vietnam+, aturan baru mewajibkan seluruh pemilik rekening bank melakukan otentikasi biometrik wajah untuk mencegah penipuan dan tindak pencucian uang.
Dari total hampir 200 juta rekening bank di Vietnam, lebih dari 113 juta berhasil diverifikasi, sementara 86 juta lainnya ditutup karena tidak memenuhi ketentuan.
Seorang pengguna Reddit dengan nama “Yukzor,” yang mengaku mantan kontraktor asing di Vietnam, menuturkan dirinya harus terbang kembali ke negara tersebut demi menyelamatkan rekening HSBC miliknya.
Pasalnya, tidak tersedia mekanisme verifikasi jarak jauh.
“Apakah masuk akal di tahun 2025 Anda harus terbang ke sebuah negara hanya untuk memperbarui biometrik agar rekening tidak ditutup? Jika tidak, uang saya akan hangus bulan ini,” keluhnya.
Baca Juga: Bitcoin Ulangi Pola Breakout Mei, Analis Waspadai Volatilitas di Level US$118.000
“This is Why We Bitcoin”
Fenomena ini langsung dijadikan bahan sorotan oleh komunitas Bitcoin global.
Komentator industri kripto Marty Bent menegaskan bahwa kasus di Vietnam kembali menunjukkan rapuhnya akses masyarakat terhadap dana mereka sendiri ketika harus tunduk pada aturan negara.
“Jika pengguna tidak patuh sampai 30 September, mereka akan kehilangan uang. Inilah alasan kita menggunakan Bitcoin,” ujar Bent.
Menurut Bent, pembatasan sejenis sebelumnya juga pernah terjadi di berbagai negara, mulai dari Lebanon, Turki, Venezuela, Siprus, Nigeria, hingga India.
“Akan naif jika berpikir Vietnam adalah yang terakhir,” tambahnya.
Pendukung Bitcoin sekaligus aktivis lingkungan Daniel Batten menilai, langkah Vietnam memberi bank sentral “kemampuan pengawasan finansial generasi baru.”
Hal itu, menurutnya, semakin menegaskan pentingnya protokol moneter tanpa izin seperti Bitcoin untuk melindungi publik dari intervensi negara.
“Setelah Anda menjadikan Bitcoin sebagai ‘bank’ pribadi dan melakukannya dengan benar, tidak perlu lagi khawatir pemerintah atau bank sentral mendadak mewajibkan biometrik untuk bisa mengakses uang Anda,” ucap Bent.
Baca Juga: The Fed Pangkas Bunga: Harga Bitcoin Meroket? Cek Prediksi Harga!
Alasan Pemerintah Vietnam
Pemerintah Vietnam membela kebijakan biometrik ini dengan alasan peningkatan risiko kejahatan keuangan berbasis kecerdasan buatan (AI).
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul teknik pemalsuan canggih yang mampu menembus sistem deteksi keamanan, termasuk liveness detection.
Pada Mei lalu, kepolisian Vietnam membongkar jaringan pencucian uang berbasis AI yang menggunakan pemindaian wajah palsu untuk mencuci dana sekitar 1 triliun dong Vietnam (setara US$39 juta).
Sebagai tindak lanjut, Bank Sentral Vietnam mengatur bahwa:
- Nasabah wajib melakukan autentikasi wajah saat pertama kali,
- Wajib biometrik untuk transaksi daring di atas 10 juta dong (US$379),
- Dan kembali diperlukan untuk transaksi kumulatif melebihi 20 juta dong (US$758).
Baca Juga: Robert Kiyosaki Bahagia: Kebijakan Trump Bikin Bitcoin, Emas, Perak Lebih Berharga
Tidak Semua Terdampak
Meski angka rekening yang ditutup mencapai puluhan juta, beberapa pihak menilai situasi ini dibesar-besarkan.
Seorang eksekutif kripto berbasis di Vietnam menuturkan bahwa mayoritas warga lokal tidak terpengaruh.
“Perubahan ini terutama menyasar warga asing dengan rekening tidak aktif,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Herbert Sim, Chief Marketing Officer AICEAN sekaligus tokoh kripto yang dikenal dengan julukan “Bitcoin Man.”
Menurutnya, kendala terbesar ada pada mekanisme verifikasi langsung, terutama bagi pemilik rekening yang berada di luar negeri.
“OTP dan pengikatan nomor ponsel yang memerlukan verifikasi biometrik langsung menjadi tantangan besar, terutama untuk akun kasual atau yang sudah lama tidak digunakan,” jelas Sim.
Antara Kontrol Negara dan Kebebasan Finansial
Kasus Vietnam menambah daftar panjang negara yang menerapkan kontrol ketat atas akses masyarakat ke dana mereka dengan dalih keamanan finansial.
Bagi para pegiat Bitcoin, ini menjadi pengingat bahwa akses tanpa izin (permissionless access) adalah nilai utama yang membedakan aset kripto dari sistem perbankan konvensional.
Sebagaimana diungkap Marty Bent: “Kekuatan terbesar Bitcoin adalah memberi kendali penuh kepada pemiliknya, bebas dari risiko pemerintah yang sewaktu-waktu bisa mengubah aturan main.”