Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - HANOI. Presiden China Xi Jinping pada Senin (14/4) menyerukan penguatan kerja sama perdagangan dan rantai pasokan dengan Vietnam, di tengah meningkatnya ketegangan dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Pernyataan itu disampaikan saat Xi memulai lawatan ke tiga negara di Asia Tenggara, dengan kunjungan pertama ke ibu kota Vietnam, Hanoi.
Kunjungan ini berlangsung ketika Beijing menghadapi ancaman tarif impor sebesar 145% dari AS, sementara Vietnam tengah merundingkan pengurangan tarif AS yang dijadwalkan mulai berlaku pada Juli setelah berakhirnya moratorium global.
Baca Juga: Bertemu CEO Perusahaan Asing, Presiden Xi Jinping Desak Lindungi Pasokan Global
"Kedua pihak harus memperkuat kerja sama dalam produksi dan rantai pasokan," ujar Xi dalam artikel yang dimuat di Nhandan, surat kabar resmi Partai Komunis Vietnam, sebelum kedatangannya. Ia juga mendorong peningkatan hubungan dalam bidang kecerdasan buatan dan ekonomi hijau.
Vietnam, yang menjadi pusat industri dan perakitan utama di Asia Tenggara, merupakan pengimpor utama dari China dan pengekspor terbesar ke AS. Di tengah tekanan dari Washington, Vietnam telah memperketat pengawasan terhadap barang ekspor ke AS guna memastikan bahwa produk berlabel “Made in Vietnam” memiliki cukup nilai tambah dalam negeri.
Data bea cukai Vietnam menunjukkan bahwa pada kuartal pertama 2025, negara tersebut mengimpor barang senilai sekitar US$ 30 miliar dari China, sementara ekspor ke AS mencapai US$ 31,4 miliar. Angka ini memperkuat tren jangka panjang di mana nilai impor dari China berbanding lurus dengan ekspor ke AS.
Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Bertemu CEO Perusahaan Asing, Ini yang Dibicarakan
Dalam kunjungan yang dijadwalkan berlangsung pada 14–15 April di Vietnam, kemudian dilanjutkan ke Malaysia dan Kamboja hingga 18 April, Xi berupaya mempererat hubungan dengan negara-negara tetangga strategis. Ini merupakan kunjungan kedua Xi ke Vietnam dalam kurun waktu kurang dari 18 bulan.
Menurut Wakil Perdana Menteri Vietnam Bui Thanh Son, kedua negara dijadwalkan menandatangani sekitar 40 perjanjian di berbagai bidang.
Sementara itu, Pemimpin Tertinggi Vietnam To Lam menyatakan bahwa negaranya ingin meningkatkan kerja sama dalam bidang pertahanan, keamanan, dan infrastruktur, terutama pembangunan jalur kereta api.
Vietnam telah sepakat untuk memanfaatkan pinjaman dari China guna membangun jalur kereta api lintas negara sebagai langkah untuk mempererat hubungan dan meningkatkan konektivitas. Namun, belum ada pengumuman resmi terkait kesepakatan pinjaman tersebut.
Baca Juga: Xi Jinping Sebut Satu Kunci Utama yang Bisa Meredakan Ketegangan Regional, Apa Itu?
Beijing juga dilaporkan sedang mencari persetujuan dari pihak Vietnam terkait pesawat komersial produksi dalam negeri, COMAC, yang sejauh ini belum banyak diminati pasar internasional.
Pada Minggu (13/4), maskapai penerbangan berbiaya rendah VietJet dan COMAC menandatangani nota kesepahaman di Hanoi. Berdasarkan informasi yang diperoleh Reuters, VietJet berencana menyewa dua pesawat COMAC C909 yang akan dioperasikan oleh awak dari Chengdu Airlines untuk penerbangan domestik.
Meskipun hubungan ekonomi kedua negara tergolong kuat, ketegangan masih sering muncul akibat sengketa wilayah di Laut Cina Selatan.
Selain itu, langkah Vietnam dalam memberikan konsesi kepada AS guna menghindari tarif, termasuk dengan mengizinkan layanan komunikasi satelit Starlink milik Elon Musk dan membatasi ekspor yang berisiko melanggar aturan asal barang, berpotensi memicu ketegangan dengan Beijing.
Baca Juga: Ini Aksi Presiden Tiongkok Xi Jinping di Tengah Pemberlakuan Tarif Donald Trump
Vietnam juga telah mengambil sejumlah langkah protektif dalam beberapa bulan terakhir, seperti menerapkan bea masuk antidumping terhadap produk baja Tiongkok dan menghapus pembebasan pajak untuk paket bernilai rendah guna mengendalikan masuknya barang murah dari Tiongkok.
Sementara itu, dua negara lain dalam agenda kunjungan Xi, Malaysia dan Kamboja—masing,masing menghadapi potensi tarif AS sebesar 24% dan 49%, dan keduanya dilaporkan tengah menjajaki kemungkinan penangguhan tarif dengan pihak Washington.