Sumber: BBC | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, tetap bertahan di kediamannya yang telah diperkuat pengamanan, saat penyidik berupaya memperpanjang surat perintah penangkapan atas dirinya terkait pemberlakuan darurat militer sementara.
Surat perintah tersebut, yang berakhir pada tengah malam waktu setempat, sebelumnya dikeluarkan setelah Yoon mengabaikan panggilan untuk diinterogasi atas tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Pada Jumat lalu, upaya penangkapan gagal setelah berlangsung ketegangan selama enam jam antara penyidik dan dinas keamanan presiden di kediaman Yoon. Pasca-insiden itu, tim keamanan Yoon memasang kawat berduri dan membarikade kompleks dengan bus.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Akan Cabut Status Darurat Militer
Penyidik antikorupsi meminta polisi melaksanakan surat perintah penangkapan, namun polisi menolak dengan alasan legalitasnya kontroversial. Menurut mereka, pelaksanaan surat perintah seharusnya tetap menjadi tanggung jawab penyidik.
Sementara itu, kemarahan publik meningkat dengan ribuan orang turun ke jalan di tengah cuaca salju, baik untuk mendukung maupun menentang Yoon.
Krisis Politik dan Kebuntuan
Situasi ini bermula ketika Yoon mencoba memberlakukan darurat militer dengan dalih ancaman dari Korea Utara dan "pasukan anti-negara."
Langkah tersebut memicu krisis politik yang berlanjut hingga Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengunjungi Seoul untuk menstabilkan hubungan di tengah transisi kepemimpinan AS.
Baca Juga: Pengawal Presiden Korea Selatan Gagalkan Penangkapan Yoon Suk Yeol yang Dimakzulkan
Tim pengacara Yoon menyebut surat perintah penangkapan itu ilegal karena penyidik antikorupsi dianggap tidak memiliki wewenang menangani kasus pemberontakan.
Kepala Dinas Keamanan Presiden, Park Jong-joon, membela tindakan pengamanan, dengan alasan tugas utama timnya adalah memastikan keselamatan presiden.
Namun, pihak oposisi mendesak penyidik untuk mencoba menangkap Yoon dengan pendekatan yang lebih tegas atau mengajukan surat perintah penahanan baru. Surat perintah ini memungkinkan Yoon ditahan hingga 20 hari, berbeda dengan surat perintah penangkapan yang hanya berlaku selama 48 jam.
Hingga kini, dinas keamanan presiden tetap menjadi hambatan utama bagi penyidik, menciptakan "tembok manusia" untuk melindungi Yoon. Di sisi lain, Yoon bersumpah untuk "berjuang hingga akhir," yang semakin memecah opini publik dan memicu demonstrasi di luar kediamannya.
Implikasi Diplomatik
Krisis ini juga berdampak pada hubungan luar negeri. Sebelumnya, pemerintahan Biden memuji Yoon atas kerja samanya dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara dan China.
Namun, keputusan Yoon untuk memberlakukan darurat militer tanpa berkonsultasi dengan AS membuat Washington tidak siap menghadapi situasi tersebut.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Upayakan Dialog dengan Korea Utara, Jalan Menuju Unifikasi
Dalam konferensi pers, Blinken menegaskan kepercayaan penuh pada institusi demokrasi Korea Selatan dan dukungan AS kepada rakyatnya. Namun, ia juga menyadari bahwa situasi domestik Korea Selatan tidak bisa sepenuhnya dipisahkan dari dampak geopolitik, terutama menjelang kemungkinan pemilu presiden baru dalam beberapa bulan mendatang.
Ke depan, kepemimpinan baru di Korea Selatan dapat membawa perubahan signifikan pada kebijakan luar negeri negara tersebut, sementara presiden AS yang baru, Donald Trump, akan membawa agendanya sendiri.