Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Orang kaya di China harus berhati-hati dalam bertindak. Pasalnya, semakin banyak orang kaya di China, akan mendatangkan risiko menjadi perhatian pemerintah atas berbagai tindakan yang mereka lakukan.
Salah seorang di antaranya adalah Jack Ma, yang memiliki kekayaan sekitar US$ 50 miliar (lebih dari Rp 65 triliun), yang tiba-tiba menghilang tahun lalu. Padahal, pendiri usaha bernama Alibaba ini sebelumnya hendak meluncurkan sebuah usaha baru lagi.
Jack Ma yang sebelumnya sudah memiliki perusahaan teknologi keuangan Alipay akan meluncurkan Ant Group yang akan go public di Bursa Saham Hong Kong dan Shanghai. Ini akan menjadi peluncuran perusahaan terbesar dalam sejarah dengan perkiraan dana baru yang masuk sebesar US$ 34,5 miliar (sekitar Rp 501 triliun) dan membuat nilai perusahaan Ant ini menjadi US$ 300 miliar (sekitar Rp 4,3 kuadriliun).
Namun, dua hari menjelang Ant go public pada tanggal 5 November lalu, Jack Ma kemudian menghilang. Selama tiga bulan lamanya rumor yang beredar mengatakan bahwa Jack Ma menjalani tahanan rumah dan bahkan ada yang mengatakan dia meninggal dunia.
Baca Juga: Keluarnya Jack Ma dianggap bisa memuluskan langkah Ant Group go public
Akhirnya pada Januari 2021, Jack Ma muncul dalam rekaman sebuah video saat ia berbicara dalam sebuah acara amal. Sejak kemunculannya itu, dia kemudian terlihat sedang bermain golf di pulau Hainan. Tampaknya Jack Ma yang sebelumnya sering tampil di depan umum sekarang berusaha untuk tidak banyak tampil.
Jack Ma bukanlah satu-satunya orang terkenal yang kemudian menjadi perhatian Partai Komunis China. Menjadi orang yang super kaya di China juga mendatangkan risiko berbahaya dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Ant Group tengah menjajaki opsi bagi Jack Ma untuk mendivestasi sahamnya
Biarkan mereka kaya dulu
Pada 1960-an, terjadi Revolusi Kebudayaan di China, di mana pemimpin negara tersebut, Mao Zedong, melancarkan serangan terhadap para intelektual dan orang-orang kaya di sana, sehingga menimbulkan banyak kekacauan.
Pada 1978, dua tahun setelah Mao Zedong meninggal dunia, Deng Xiaoping yang menggantikannya mengatakan bahwa China tidak lagi memiliki plihan, dan harus "membiarkan beberapa orang menjadi kaya dulu".
Sejak itu pertumbuhan ekonomi China menjadi luar biasa pesat, sehingga menciptakan lebih banyak miliarder dibandingkan negara-negara lainnya. Beijing sendiri sekarang telah menjadi rumah untuk banyak miliarder di dunia, melebihi kota-kota lainnya, termasuk New York.
Baca Juga: Kekayaan Jack Ma bertambah puluhan triliun setelah saham Alibaba melesat
Bahkan masa pandemi Covid-19 pun tidak memperlambat laju kekayaan, dengan para orang kaya di China menambah kekayaan mereka sebanyak A$ 1,94 triliun (Rp 21,7 kuadiriliun). Ini sangat berbeda dari 1970-an, ketika menjadi kaya malah mendapat sorotan tajam saat 88% warga China ketika itu hidup dengan uang A$ 2,59 sehari (sekitar Rp 29 ribu).
Namun, menjadi kaya di negeri yang masih menyebut diri sebagai negara sosialis juga mendatangkan risiko. Pada 2018, bintang film yang mendapat bayaran tertinggi di China, Fan Bingbing menghilang selama beberapa bulan setelah seorang presenter televisi membocorkan di media sosial China Weibo, bahwa Bingbing memiliki dua versi kontrak dalam pembuatan film Cell Phone 2.
Baca Juga: Saham Alibaba melonjak 9% pasca denda anti-monopoli sebesar Rp 40 triliun dijatuhkan
Kontrak pertama mengatakan dia mendapatkan bayaran US$ 10,8 juta (Rp 157 miliar), sementara kontrak satunya lagi menyebutkan ia hanya mendapat bayaran AS$ 1,9 juta (Rp 21,3 miliar). Muncul tuduhan bahwa Fan Bingbing menggunakan dua kontrak berbeda yang disebut sebagai "yin-yang" untuk mengurangi pembayaran pajak.
Sejak itu, dia menghilang dari publik dan tidak seorang pun yang tahu apa yang terjadi dengannya. Namun dia kemudian muncul kembali dan menulis pernyataan panjang di media sosial atas tindakannya dan setuju untuk membayar denda sebanyak US$ 167 juta.
"Tanpa kebijakan yang bagus dari partai dan negara, tanpa ada dukungan dari warga, tidak akan ada Fan Bingbing," tulisnya.
Bunuhlah ayam untuk menakuti monyet
Ada pepatah kuno di China yang mengatakan "bunuhlah ayam untuk menakuti monyet". Ini berdasarkan cerita mengenai seorang seniman jalanan yang mendapatkan uang dari pertunjukan topeng monyet. Ketika monyet itu berhenti menari, seniman ini akan membunuh ayam untuk menakuti monyet agar mau menari lagi.
Pihak berwenang China sebelumnya jarang menggunakan contoh orang kaya di sana untuk menakut-nakuti warga lainnya. Namun di tahun 2021, tekanan terhadap para elit dan orang kaya di China meningkat ketika Xi Jinping yang ketika itu menjabat Sekretaris Jenderal Partai Komunis China melancarkan kampanye untuk memberantas korupsi.
Sejak itu para taipan dikenai tuduhan penyuapan, bermain curang dalam saham dan yang lainnya. Beberapa menjalani hukuman penjara, dan malah ada juga yang tewas.
Menurut Duncan Clark yang menulis buku berjudul, Alibaba: The House Jack Ma Built, menjadi orang kaya di China tidaklah mudah karena mereka harus melakukan berbagai hal.
Baca Juga: China denda Alibaba hingga Rp 40 triliun, ini penyebabnya
"Mereka harus bekerja sama dengan Partai Komunis, mereka harus bekerja sama dengan pemerintah, dan mereka harus menjadi seperti obat sakit kepala yang dialami partai," katanya.
"Ada berbagai bentuk kerja sama yang harus dilakukan antara pengusaha dan partai. Kuncinya adalah bagaimana untuk tidak terlalu dekat dan kemudian membuat kesal pemerintah," lanjutnya.
Baca Juga: Beijing Vonis Alibaba Memonopoli, Jatuhkan Denda Terbesar Sepanjang Sejarah
Beberapa pengamat mengatakan kesalahan terbesar yang dilakukan oleh Jack Ma bukanlah karena dia membuat kesal pemerintah, namun karena gagal memiliki koneksi yang tepat ketika dia menghadapi masalah.
Keadaan berubah di bawah kepemimpinan sekarang
Jack Ma bukanlah orang pertama yang menjadi kaya raya di bawah kekuasaan Partai Komunis di China, namun dia menjadi orang yang paling terkenal karenanya.
Dia mendirikan Alibaba pada 1999 yang membuatnya menjadi kaya dan juga orang-orang lain yang kemudian membeli saham Alibaba. Namun Jack Ma tidak puas dengan Alibaba saja dan terus memperluas jaringan usahanya untuk menghasilkan uang lebih banyak lagi.
Pada 2004 , dia menciptakan Alipay masuk ke dunia keuangan yang biasanya dikuasai oleh pemerintah. Bank tradisional tidak mampu bersaing. Pemakai Alipay dengan cepat meningkat menjadi 730 juta orang dan menjadikannya sistem pembayaran paling populer di China.
Di saat dia hendak meluncurkan Ant Group ke bursa saham, Jack Ma sedang berada di titik puncak dan bersedia memberikan pendapat apa saja, baik diminta atau tidak, ke publik. Dia begitu percaya diri sampai berani mengkritik kalangan keuangan di China dengan mengkritik pihak regulator yang dianggap mengekang inovasi dan juga menyerang pihak perbankan yang disebutnya memiliki budaya "rumah gadai".
Baca Juga: Kini giliran sekolah bisnis Jack Ma yang ditekan otoritas Beijing
Kritikan inilah yang tampaknya membuat kesal pemerintah yang biasanya memang tidak suka menerima kritikan.
Menurut akademisi China Wu Qiang, Jack Ma sudah melampaui "garis merah" yang ada dalam sistem Partai Komunis. "Pengusaha tidak bisa terlibat dalam soal politik," kata Wu Qiang yang pernah menjadi dosen di Tsinghua University tersebut. "Yang dikhawatirkan Beijing adalah bahwa pengusaha, dengan berbagai caranya akan terlibat atau berusaha mempengaruhi keputusan politik yang diambil Partai Komunis China."
Baca Juga: Otoritas China hentikan pendaftaran baru di sekolah bisnis Jack Ma
Ada alasan yang jelas mengapa pemerintah di berbagai negara berusaha membatasi kuasa yang dimiliki oleh perusahaan teknologi raksasa sekarang ini.
Di Eropa, denda besar dikenakan terhadap perusahaan teknologi yang dianggap melanggar aturan. Sekarang ini di Amerika Serikat ada debat politik mengenai apakah perusahaan teknologi harus diatur sedemikian rupa seperti perusahaan yang menyediakan kebutuhan dasar, seperti listrik dan air.
Menurut Duncan Clark, penulis buku Alibaba: The House Jack Ma Built, ada berbagai peraturan khusus di China dan Jack Ma sudah salah langkah.
"Memang sebagai pengusaha mereka harus melakukan sesuatu yang berisiko. Menjadi pengusaha adalah melakukan sesuatu di luar norma," kata Clark. "Namun keadaan sudah berubah di bawah kepemimpinan sekarang dan partai lebih agresif."
Menurut Wu Qiang, Jack Ma sebenarnya memiliki beberapa koneksi politik namun lebih ke bekas Presiden Jiang Zemin. Hal itu tidaklah banyak membantu dalam urusan dengan pemerintahan sekarang di bawah Presiden Xi Jinping.
Wu Qiang mengatakan Jack Ma kesulitan untuk menemui para elit politik di masa-masa dia 'menghilang' selama beberapa bulan.
"Jack Ma berulang kali ke Beijing, berusaha bertemu dengan pejabat Bank Sentral dan Politbiro, namun dia tidak memiliki akses masuk," kata Wu Qiang.
Baca Juga: Bisnisnya direcokin regulator, Jack Ma bukan lagi orang paling kaya di China
Jack Ma tidak dipenjara namun mendapat hukuman
Kita sekarang melihat bagaimana pemerintah China menghukum orang seperti Jack Ma, yang selama sekian lama sebelumnya seperti tidak tersentuh. China sekarang dengan agresif berusaha menghentikan laju berbagai perusahaan milik Jack Ma.
Awal bulan ini Alibaba "menerima" denda US$ 3,6 miliar (sekitar Rp 52,3 triliun) yang dijatuhkan karena perilaku anti monopoli.
"Untuk melaksanakan tanggung jawabnya kepada masyarakat, Alibaba akan beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku dan tumbuh lewat inovasi," kata Alibaba dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu Ant Group sudah dikenai aturan lebih ketat sehingga membuatnya menjadi perusahaan yang tidak sebesar sebelumnya. Dan Jack Ma masih memiliki kebebasan, paling tidak sampai sekarang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nasib Orang Kaya di China, jika Punya Masalah dengan Pemerintah"
Editor : Shintaloka Pradita Sicca