kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.341.000   -7.000   -0,30%
  • USD/IDR 16.725   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.414   -5,56   -0,07%
  • KOMPAS100 1.163   -1,38   -0,12%
  • LQ45 846   -2,34   -0,28%
  • ISSI 294   -0,29   -0,10%
  • IDX30 440   -1,80   -0,41%
  • IDXHIDIV20 510   -4,13   -0,80%
  • IDX80 131   -0,28   -0,21%
  • IDXV30 135   -0,09   -0,06%
  • IDXQ30 141   -1,39   -0,98%

Dari Parlemen Tokyo ke Markas PBB: Krisis Taiwan Memperburuk Relasi China–Jepang


Senin, 24 November 2025 / 04:55 WIB
Dari Parlemen Tokyo ke Markas PBB: Krisis Taiwan Memperburuk Relasi China–Jepang
ILUSTRASI. Ketegangan antara China dan Jepang terkait isu Taiwan semakin memanas dan kini sampai ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).


Sumber: Al Jazeera | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Ketegangan antara China dan Jepang terkait isu Taiwan semakin memanas dan kini sampai ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Perselisihan diplomatik yang awalnya hanya berupa komentar politik kini berubah menjadi krisis yang merambah perdagangan, diplomasi, hingga keamanan kawasan—dan hubungan kedua negara tercatat berada di titik terburuk sejak 2023.

Al Jazeera melaporkan, pada Jumat pekan lalu, utusan permanen China untuk PBB, Fu Cong, mengirim surat resmi kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Ia memperingatkan:

“Jika Jepang berani mencoba melakukan intervensi militer dalam situasi lintas selat, itu akan menjadi tindakan agresi.”

Pernyataan tersebut mengacu pada Selat Taiwan—wilayah yang memisahkan daratan China dari Taiwan, yang menurut Beijing merupakan bagian dari teritorialnya dan dapat direbut dengan kekuatan jika perlu.

Ketegangan ini bermula setelah Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi pada awal November menyampaikan bagaimana Jepang akan merespons jika China menyerang Taiwan. China langsung mengecam pernyataan itu dan menuntut pencabutan, namun hingga kini Takaichi belum menarik ucapannya.

Baca Juga: Hubungan Diplomatik Lagi Tegang, China Batalkan Semua Konser Musisi Jepang

Apa yang dikatakan PM Jepang?

Pada 7 November, saat menjawab pertanyaan anggota parlemen, Takaichi—yang dikenal sebagai pendukung Taiwan—menyebut bahwa blokade angkatan laut atau aksi militer China terhadap Taiwan bisa memicu respons militer Jepang. Komentar itu dianggap jauh lebih eksplisit dibanding pendahulunya yang hanya menyatakan kekhawatiran tanpa menyebut tindakan balasan.

Takaichi mengatakan:

“Jika itu melibatkan penggunaan kapal perang dan aksi militer, maka itu jelas bisa menjadi situasi yang mengancam keberlangsungan hidup.”

Sehari setelahnya, Konsul Jenderal China di Osaka, Xue Jian, memperkeruh suasana lewat unggahan di platform X yang kini sudah dihapus.

Ia menulis:

“Kami tidak punya pilihan selain memotong leher kotor yang menyerang kami tanpa ragu. Sudah siap?”

Ucapan itu memicu kemarahan publik dan pejabat Jepang, sebagian bahkan menyerukan pengusiran diplomat tersebut. Pemerintah Jepang mengajukan protes resmi dan meminta China menghapus postingan itu—yang akhirnya dihapus, meski pejabat China menyebut komentar tersebut bersifat pribadi.

Baca Juga: Gara-Gara Taiwan, China Tolak Pertemuan G20 dan Ancam Ekonomi Jepang

Pada 14 November, Beijing memanggil duta besar Jepang dan memperingatkan Jepang akan menghadapi “kekalahan telak” jika ikut campur soal Taiwan. Jepang kemudian membalas dengan memanggil duta besar China untuk memberikan protes resmi.

Meski Takaichi kemudian mengatakan ia tidak akan membahas skenario serupa di masa depan, ia tetap menolak menarik pernyataannya.

Bagaimana situasinya berkembang?

  • Konflik ini kini merembet ke sektor perdagangan, pariwisata, hingga pendidikan.
  • China mengeluarkan larangan perjalanan ke Jepang.
  • Maskapai China mulai menawarkan pembatalan atau penjadwalan ulang gratis untuk penerbangan ke Jepang.
  • China memperingatkan warganya soal keamanan bagi pelajar di Jepang.
  • Terdapat serangkaian insiden kekerasan terhadap warga kedua negara—meski belum jelas apakah terkait langsung dengan situasi ini.

Ketegangan keamanan juga meningkat setelah penjaga pantai China melakukan patroli di dekat Kepulauan Senkaku/Diaoyu—wilayah sengketa yang diklaim kedua negara. Jepang mengutuk tindakan itu sebagai pelanggaran wilayah.

Selain itu, China menangguhkan pemutaran dua film Jepang dan kembali melarang impor makanan laut Jepang.

China juga menunda pertemuan trilateral tingkat menteri budaya bersama Jepang dan Korea Selatan yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung akhir November.

Baca Juga: Efek Domino Taiwan: China Setop Kunjungan, Pariwisata Jepang Kolaps?

Isyarat pembangkangan dari Beijing

Dalam pertemuan diplomatik pada 18 November di Beijing, pejabat tinggi China, Liu Jinsong, sengaja mengenakan setelan tradisional berkancing lima yang erat kaitannya dengan gerakan mahasiswa anti-imperialis China pada 1919—yang diarahkan terhadap Jepang.

Media Jepang menyebut cara berpakaian itu sebagai:

“Simbol perlawanan.”

Foto dari pertemuan juga menunjukkan Liu memasukkan tangan ke dalam saku setelah pembicaraan selesai—gestur yang dianggap tidak sopan dalam diplomasi formal.

Pertemuan itu tidak menghasilkan kemajuan. China tetap meminta pencabutan pernyataan, sementara Jepang bersikukuh bahwa komentar Takaichi sesuai dengan posisi pemerintah.

Latar belakang sejarah hubungan China–Jepang

Hubungan kedua negara diwarnai trauma sejarah, terutama bagi China.

  • Jepang menjajah Taiwan usai Perang China–Jepang pertama (1894–1895).
  • Jepang menginvasi China pada 1937, menyebabkan jutaan korban, termasuk tragedi Nanjing.
  • Jepang kalah pada 1945 dan kehilangan seluruh wilayah jajahan.

Hingga 1972, Jepang masih mengakui Taiwan sebagai “China” hingga akhirnya bergeser mengakui Beijing melalui prinsip “Satu China”—meskipun tetap mempertahankan hubungan tidak resmi dengan Taiwan.

Selama ini, Jepang mengadopsi strategi ambiguitas strategis terkait kemungkinan intervensi militer jika Taiwan diserang—mirip dengan posisi Amerika Serikat.

Seberapa penting hubungan dagang keduanya?

  • China adalah pasar ekspor terbesar kedua bagi Jepang.
  • Jepang menjual mesin industri, semikonduktor, dan kendaraan.
  • Pada 2024, ekspor Jepang ke China mencapai US$125 miliar.

Sebaliknya:

  • Jepang adalah mitra dagang terbesar ketiga China.
  • China banyak mengekspor peralatan elektronik, pakaian, dan kendaraan ke Jepang.

Tonton: Ketegangan Meningkat, China Setop Impor Seafood dari Jepang

Pada 2023 China juga melarang seluruh impor makanan Jepang setelah pembuangan air bekas Fukushima — larangan itu baru dicabut 7 November lalu, tepat pada hari Takaichi memberi komentar kontroversial itu.

China sebelumnya juga pernah menggunakan tekanan ekonomi—misalnya pada 2010 ketika menghentikan ekspor mineral rare earth ke Jepang selama tujuh minggu setelah insiden maritim dekat pulau sengketa.

Kesimpulan

Ketegangan China–Jepang soal Taiwan kini jauh melampaui retorika politik. Konflik ini telah berubah menjadi pertarungan diplomatik, ekonomi, dan simbolik dengan konsekuensi bagi stabilitas kawasan Asia Timur. Isu yang dulu dikelola melalui ambiguitas kini berubah menjadi posisi terbuka, dan kedua pihak tampak semakin sulit mundur tanpa kehilangan muka. Dengan perdagangan yang saling bergantung dan sentimen nasionalisme yang meningkat, situasi ini berpotensi menciptakan dinamika baru keamanan regional—bahkan memicu eskalasi yang lebih luas jika tidak dikelola dengan hati-hati.

Selanjutnya: Ramalan 12 Zodiak Keuangan dan Karier Hari Ini Senin 23 November 2025

Menarik Dibaca: Ramalan 12 Zodiak Keuangan dan Karier Hari Ini Senin 23 November 2025


Video Terkait



TERBARU

[X]
×