Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - LONDON. Pfizer dan mitranya asal Jerman BioNTech, pada hari Rabu (9/12) mengatakan bahwa dokumen yang terkait dengan pengembangan vaksin COVID-19 mereka telah diakses secara tidak sah oleh hacker.
Data tersebut ada di pihak European Medicines Agency (EMA), badan yang mengontrol obat-obatan dan vaksin untuk Uni Eropa. Selain laporan mengenai pencurian data tersebut, EMA belum memberikan rincian lebih lanjut.
Dikutip dari Reuters, baik Pfizer maupun BioNTech tidak yakin data pribadi peserta uji coba telah disusupi. EMA pun meyakinkan bahwa serangan dunia maya tidak akan berdampak pada garis waktu peninjauannya.
Baca Juga: Sakit kepala hingga nyeri sendi, ini dia efek samping vaksin corona buatan Pfizer
Dalam laporannya, EMA menyebut bahwa mereka telah menjadi sasaran serangan dunia maya dan bahwa beberapa dokumen yang berkaitan dengan pengajuan peraturan untuk calon vaksin COVID-19 Pfizer dan BioNTech telah diintip hacker.
Para ahli meyakini bahwa dokumen semacam itu bisa sangat berharga bagi negara dan perusahaan lain yang terburu-buru mengembangkan vaksin.
"Kita membicarakan informasi rahasia tentang vaksin dan mekanisme kerjanya, efisiensinya, risikonya & kemungkinan efek samping yang diketahui serta aspek unik apa pun seperti pedoman penanganan," ungkap Marc Rogers, pendiri grup relawan yang memerangi pelanggaran terkait COVID, CTI-League.
Beruntungnya, EMA mengatakan bahwa tidak ada sistem BioNTech atau Pfizer yang dibobol dalam praktek peretasan tersebut.
Baca Juga: Peringatan WHO: Adanya vaksin tidak berarti bebas dari Covid-19
Saat ini vaksin corona Pfizer menjadi sorotan utama karena memiliki tingat kemanjuran hingga 95%. Vaksinasi corona pertama di luar uji coba juga menggunakan vaksin corona Pfizer.
Peretasan data vaksin corona sering terjadi
Sejak uji coba mengenai vaksin COVID-19 dilakukan, sejumlah kasus peretasan telah dialami banyak perusahaan farmasi di seluruh dunia.
Melansir Reuters, beberapa pereteas diduga terkait dengan Korea Utara, Korea Selatan, Iran, Vietnam, China, dan Rusia. Umumnya para peretas mencoba mencuri informasi tentang virus dan kemungkinan perawatannya.
Reuters juga mencatat beberapa perusahaan yang menjadi korban peretasan, di antaranya adalah Gilead, Johnson & Johnson, Novavax, dan Moderna.
Data mengenai vaksin COVID-19 menarik banyak pihak karena jelas akan sangat menguntungkan di masa depan, terutama dari segi ekonomi. Penyedia vaksin nantinya akan mendapatkan keuntungan yang luar biasa dari pesananan dosis vaksin dengan jumlah miliaran dari seluruh dunia.