Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Nilai tukar dolar AS kembali terpukul setelah investor mencemaskan makin menipisnya independensi bank sentral Amerika Serikat (The Fed).
Mata uang Negeri Paman Sam itu kini meluncur ke titik terendah dalam lebih dari tiga tahun terakhir.
Presiden Donald Trump pada Rabu (25/6) kembali melontarkan kritik keras terhadap Ketua The Fed Jerome Powell, menyebutnya sebagai sosok yang “buruk”.
Baca Juga: Rupiah Menguat Saat Indeks Dolar di Level Terendah Dalam 40 Bulan, Kamis (26/6)
Ia juga menyatakan telah mengantongi tiga hingga empat nama calon pengganti untuk posisi tertinggi di bank sentral tersebut.
Pada Kamis (26/6), indeks dolar yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya kembali melemah tajam, menghapus penguatan tipis sebelumnya yang sempat dipicu oleh arus investasi ke aset safe haven akibat ketegangan di Timur Tengah.
Dolar telah anjlok sekitar 10% sejak awal tahun ini dan berada di jalur penurunan tahunan terbesar sejak 2003.
Tekanan terhadap dolar kian dalam di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga dan tenggat perjanjian dagang yang mendekat pada 9 Juli mendatang.
Baca Juga: Rupiah Jisdor Ditutup Menguat 0,36% ke Level Rp 16.292 per Dolar AS, Kamis (26/6)
Pasar Bertaruh Dolar Akan Terus Melemah
“Kami mengambil posisi short terhadap dolar dalam situasi seperti ini, ketika institusi mulai kehilangan kredibilitas,” ujar Kaspar Hense, manajer portofolio senior di RBC BlueBay Asset Management.
Posisi short berarti bertaruh nilai mata uang akan menurun.
Menurut Hense, pasar belum sepenuhnya memperhitungkan risiko penunjukan tokoh pro-pelonggaran seperti Kevin Hassett atau Scott Bessent sebagai Ketua The Fed berikutnya yang dapat memicu penurunan suku bunga tanpa mempertimbangkan risiko fundamental.
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Menguat 0,56% ke Level Rp 16.209 per dolar AS, Kamis (26/6)
Adapun kandidat kuat yang disebut-sebut menggantikan Powell antara lain mantan Gubernur The Fed Kevin Warsh, Kepala Dewan Ekonomi Nasional Kevin Hassett, Gubernur The Fed saat ini Christopher Waller, serta Menteri Keuangan AS Scott Bessent.
“Saya pikir pasar sedang mem-price in kemungkinan Presiden Trump menunjuk seseorang yang terlihat lebih condong mendukung agendanya,” kata Kit Juckes, kepala analis valuta asing di Societe Generale.
Sementara itu, pernyataan pejabat The Fed Michelle Bowman yang ditunjuk Trump sebagai pengawas sektor perbankan bahwa waktu penurunan suku bunga “semakin dekat” juga turut menekan dolar, seiring naiknya ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter.
Saat ini, pelaku pasar memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga pada Juli mencapai hampir 25%, naik signifikan dibandingkan hanya 12,5% pada pekan lalu.
Baca Juga: Harga Emas Naik Imbas Pelemahan Dolar, Kritik Trump kepada Powell Picu Ketidakpastian
Kepercayaan Global Mulai Luntur
Sikap konfrontatif Trump terhadap sekutu lama AS dalam isu perdagangan dan pertahanan, serta serangannya terhadap The Fed, kembali membangkitkan kekhawatiran di Jerman soal cadangan emas negaranya yang disimpan di Federal Reserve New York.
Bank Sentral Eropa bahkan dilaporkan meminta bank-bank di kawasan euro untuk menilai kebutuhan likuiditas dolar dalam skenario krisis, seandainya mereka tidak bisa mengandalkan The Fed di bawah pemerintahan Trump, menurut laporan Reuters bulan lalu.
“Risiko jangka pendek terbesar saat ini adalah jika serangan terhadap The Fed terus berlanjut,” ujar Nick Rees, kepala riset makro Monex Europe.
Ia bahkan mengaku tengah merevisi proyeksi nilai tukar jangka pendek mereka akibat perkembangan terbaru ini.
Sementara itu, ING menilai penguatan euro di atas level US$1,17 membuka peluang untuk menembus US$1,20, meski syaratnya adalah sentimen terhadap dolar harus memburuk lebih jauh.
Baca Juga: Dolar AS Melemah ke Level Terendah Baru, Trump Dinilai Ancam Kredibilitas The Fed
Ancaman terhadap Independensi Kebijakan
Seema Shah, kepala strategi global di Principal Asset Management, menyoroti bahwa dolar bahkan tidak mendapat dukungan signifikan dari meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dalam dua pekan terakhir sinyal bahwa peran safe haven-nya ikut tergerus.
Biasanya, dolar menguat saat harga minyak naik. Namun pekan lalu, greenback hanya mencatat penguatan 0,7%.
Sebagai mata uang cadangan utama dunia, dolar kini menghadapi tekanan besar dari kebijakan AS yang tidak konsisten, memperburuk ketidakpastian ekonomi dan menggoyahkan kepercayaan terhadap posisi “eksepsionalisme” ekonomi AS.
Kekhawatiran soal independensi The Fed memperparah situasi. Bagi investor global, independensi institusi seperti bank sentral adalah elemen penting yang selama ini menopang stabilitas ekonomi dan kepastian kebijakan.
Baca Juga: Donald Trump Akan Ganti Ketua The Fed Jerome Powell Lebih Awal
Sebuah survei oleh lembaga pemikir OMFIF terhadap 75 manajer cadangan bank sentral menunjukkan bahwa 70% responden merasa iklim politik AS saat ini menjadi penghalang untuk berinvestasi dalam dolar, lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
“Jika pengumuman nama Ketua The Fed berikutnya dilakukan dalam beberapa bulan ke depan, itu bisa sangat mengguncang pasar,” ujar Shah.
“Ini akan kembali membuka keraguan soal kredibilitas dan keandalan institusi-institusi AS, yang biasanya sangat dihindari oleh para investor.”