kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,98   -12,52   -1.36%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inilah miliarder di balik drone Predator yang menewaskan Jenderal Iran Soleimani


Senin, 20 Januari 2020 / 13:12 WIB
Inilah miliarder di balik drone Predator yang menewaskan Jenderal Iran Soleimani


Sumber: Forbes | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Tanggal 5 Januari 2020 lalu mungkin merupakan serangan pesawat tak berawak (drone) paling bersejarah. Melansir Forbes, drone MQ-9 Reaper menembakkan setidaknya dua rudal Hellfire pada kendaraan yang membawa Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, pemimpin milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis dan rombongan mereka setibanya di Bandara Internasional Baghdad. Konvoi tersebut luluh lantak. Jasad Soleimani hanya dapat diidentifikasi oleh cincin besar dengan batu merah di tangannya yang terputus.

Predator telah menyerang lagi. Drone dengan berat 2,5 ton senilai US$ 16 juta ini, memiliki jangkauan 1.200 mil dan diterbangkan melalui setengah dunia, adalah satu di antara sejumlah senjata paling penting dalam gudang senjata Amerika.

Baca Juga: Arab Saudi bayar tentara Amerika Serikat Rp 7 triliun di tahun lalu

Dengan latar belakang ini, siapakah bapak de facto dari revolusi drone? Mengutip Forbes, dia adalah anggota baru The Forbes 400 — Neal Blue. Blue, 84 tahun, diperkirakan memiliki kekayaan senilai US$ 4,1 miliar. Dia merupakan pimpinan dan pemilik 80% saham kontraktor pertahanan yang berbasis di San Diego, General Atomics (saudaranya, Linden, 83 tahun, memiliki 20% lainnya).

Blue pertama kali memperkenalkan Predator drone ke langit dunia sekitar 25 tahun yang lalu untuk mengawasi pasukan Serbia selama pemerintahan Clinton. Predator adalah salah satu pesawat AS pertama di Afghanistan setelah 9/11. Sejak itu, Predator telah berkembang melalui penyebaran di Irak, Pakistan, Somalia dan Yaman.

Sekarang, pesawat tanpa awak ini sudah dilengkapi dengan kamera, peralatan komunikasi, dan rudal Hellfire dari udara ke darat, yang mengawasi, melacak, dan membunuh. 

Baca Juga: Taliban terbuka gencatan senjata 10 hari dengan AS bila perundingan di Doha berhasil

Menurut Biro Investigasi Jurnalisme AS, Presiden Obama mengizinkan lebih dari 500 serangan drone. Sementara, sejauh ini Presiden Trump telah menandatangani setidaknya 259, menurut penelitian oleh think tank yang berbasis di Washington, DC, New America.

General Atomics telah menjual ratusan Predator kepada militer AS dan pemerintah lain di seluruh dunia dan menghasilkan US$ 2,1 miliar per tahun dari bisnis pesawat tanpa awaknya (total pendapatan untuk perusahaan swasta diperkirakan sekitar US$ 2,7 milyar).

Richard Whittle, penulis buku Predator: The Secret Origins of the Drone Revolution, menulis bahwa sistem itu "bisa dibilang adalah teknologi militer baru yang paling penting sejak rudal balistik antarbenua senjata nuklir."

Blue bersaudara tumbuh dari salah satu keluarga terkaya di Denver setelah masa Depresi Hebat. Bisnis Blue bersaudara adalah real estat, dan ibu mereka, Virginia, dan ayah mereka, James, bekerja di perusahaan keluarga. Selama Perang Dunia II, James Blue direkrut menjadi militer sementara Virginia Blue bergabung dengan Palang Merah. 

Baca Juga: Serangan rudal Iran ke pangkalan militer AS sebabkan 8 tentara cedera

Pada tahun 1967, Virginia mencalonkan diri sebagai Republikan untuk bendahara negara bagian dan menjadi wanita pertama yang terpilih untuk posisi seluruh negara bagian di Colorado. (Dia meninggal pada tahun 1970 di tengah-tengah kampanye pemilihannya; negara mendedikasikan jendela kaca patri di gedung Capitol untuk mengenangnya).

Singkat cerita, pada tahun 1986, Blue bersaudara mendapatkan kesempatan unik. Chevron baru-baru ini mengakuisisi Gulf Oil dan sekarang ingin melepaskan sejumlah anak perusahaan, salah satunya General Atomics. Didirikan pada tahun 1955 oleh fisikawan atom yang telah bekerja di Proyek Manhattan, GA sebagian besar merupakan perusahaan riset yang didanai pemerintah yang melakukan beberapa percobaan nuklir paling canggih di dunia.

Baca Juga: Gelombang protes di Iran membesar, ajakan turun ke jalan di media sosial membahana

Daya pikat awal dari General Atomics bagi Blue bersaudara adalah mendapatkan harga bagus di real estatnya, yakni seluas 424 hektar tanah utama tepat di luar San Diego yang berkembang pesat. Ketika bernegosiasi dengan Chevron pada tahun 1986, Neal Blue menjanjikan 20% dari perusahaan kepada sekelompok eksekutif, menurut mantan wakil presiden senior David Overskei, tetapi mereka mengingkari. Secara keseluruhan, Blue bersaudara membayar US$ 60 juta pada transaksi ini.

Tetapi penerbangan ada dalam darah Neal Blue dan dia langsung memikirkan strategi untuk menata kembali perusahaan. "Neal berbicara kepada saya tentang drone dan jenis teknologi lainnya setidaknya dua atau tiga kali seminggu," kata Tom Dillon, yang merupakan wakil presiden senior program pertahanan dari tahun 1984 hingga 1988. 

Dari situlah "Project Birdie" dilahirkan: GA mulai membuat drone yang unik dan hemat biaya yang tidak memerlukan manusia di dalamnya karena sistem GPS bawaan. 

Pada awalnya, cukup sulit menemukan pelanggan untuk drone GA yang belum diuji. Ketika CIA akhirnya ingin membeli sebuah drone dari General Atomics selama Perang Balkan pada tahun 1993, Linden Blue tidak dapat mempercayai telinganya, menurut Frank Strickland, seorang direktur pelaksana di Deloitte yang bertugas di CIA. Pesawat pengintai GA yang murah tampil mengesankan.

Pada tahun 1994, Angkatan Laut AS memberi perusahaan kontrak senilai US$ 31,7 juta untuk membangun pesawat tanpa awak yang lebih maju, yang akhirnya menjadi Predator.

Baca Juga: AS menyerang perwira militer Iran di Yaman, tapi gagal

Blue bersaudara dan GA selanjutnya mengalami dekade yang menakjubkan. Dalam 25 tahun sejak penerbangan perdana Predator 1994, pesaing mereka telah mengejar banyak ketinggalan.

Ada lebih banyak pemain di pasar daripada sebelumnya, dan total penjualan gabungan mereka diharapkan meningkat dari US$ 4,9 miliar pada 2018 menjadi US$ 10,7 miliar pada 2028. 

Baca Juga: Menlu AS: Terbunuhnya Soleimani bagian strategi baru mencegah musuh

Pada 2014, putra Neal, Linden P. Blue, bertanggung jawab atas bisnis drone perusahaan, dan ia kemungkinan akan menjadi CEO GA berikutnya. "Linden jelas berusaha untuk membuat perubahan," kata seorang karyawan GA saat ini yang mengelola proyek dalam divisi Sistem Penerbangan. "Dia sedang berusaha membawa perusahaan ke standar perusahaan besar." 

Menurut manajer, ada proses, database, dan sistem baru yang akan dilakukan untuk merampingkan produksi GA. Langkah yang baik, tetapi itu juga berarti perusahaan tidak gesit dan tak kenal takut seperti dulu. 




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×