Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan diplomatik antara Jepang dan China terkait isu Taiwan kembali memanas dan mulai memunculkan dampak ekonomi, terutama pada sektor pariwisata dan konsumsi.
Perselisihan yang berawal dari pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi kini berkembang menjadi isu regional yang berpotensi mengganggu hubungan dagang dan arus wisatawan.
Pemerintah China pada Senin (17/11/2025) menegaskan bahwa Perdana Menteri Li Qiang tidak memiliki agenda untuk bertemu PM Jepang di sela KTT G20 Afrika Selatan.
Baca Juga: Purbaya: Ekonomi Mulai Pulih, Kelas Menengah Jadi Kelompok Pertama yang Menikmati
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menilai komentar Takaichi mengenai kemungkinan respons militer Jepang bila China menyerang Taiwan telah “merusak fondasi politik” hubungan kedua negara. Beijing meminta pernyataan tersebut ditarik.
Pernyataan Takaichi awal November ini memang memicu eskalasi. Ia mengatakan kepada parlemen bahwa serangan China ke Taiwan yang mengancam kelangsungan Jepang dapat memicu respons militer.
Pernyataan ini memicu reaksi keras dari Beijing, yang bahkan mengeluarkan imbauan agar warganya menghindari bepergian ke Jepang.
Untuk meredakan situasi, Jepang mengutus Masaaki Kanai, Direktur Jenderal Biro Asia dan Oseania Kementerian Luar Negeri, ke Beijing pekan ini. Media Jepang melaporkan Kanai akan menjelaskan bahwa komentar Takaichi bukan sinyal perubahan kebijakan keamanan Jepang.
Baca Juga: Laba Industri China Naik 21,6% di September, Sinyal Pemulihan Ekonomi Mulai Terlihat
Pemerintah Jepang menyatakan komunikasi antar kedua negara masih terbuka dan telah meminta China mengambil langkah yang sesuai terkait peringatan perjalanan tersebut.
Di sisi lain, Taiwan menilai China sedang melakukan serangan multifaset terhadap Jepang. Presiden Taiwan Lai Ching-te meminta komunitas internasional mengawasi perkembangan situasi dan mendesak China menahan diri agar tidak memperburuk stabilitas kawasan.
Ketegangan juga merembet pada komentar diplomatik yang semakin panas. Konsul Jenderal China di Osaka, Xue Jian, sempat menulis komentar bernada ancaman di media sosial sebelum menghapusnya, memicu protes resmi dari Tokyo.
Baca Juga: Tegang! Militer China Pantau Patroli Gabungan Filipina di Laut China Selatan
China kemudian memanggil Duta Besar Jepang untuk menyampaikan protes keras, diikuti pernyataan bahwa Jepang akan menghadapi “kekalahan telak” jika ikut campur dalam isu Taiwan.
Situasi ini kembali diperburuk oleh aktivitas kapal penjaga pantai China yang memasuki perairan sekitar kepulauan sengketa Senkaku/Diaoyu pada Minggu, sebelum dihalau oleh penjaga pantai Jepang.
Dampak Ekonomi Mulai Terlihat
Ketegangan diplomatik ini menimbulkan kekhawatiran ekonomi, khususnya potensi penurunan wisatawan China yang selama ini menjadi tulang punggung sektor pariwisata Jepang.
Ekonom Nomura Research Institute, Takahide Kiuchi, memperingatkan bahwa jika penurunan kunjungan mencapai skala seperti tahun 2012 sekitar 25%, efeknya dapat menekan lebih dari separuh proyeksi pertumbuhan ekonomi tahunan Jepang.
Dampak tersebut mulai tercermin di pasar saham. Saham-saham yang sensitif terhadap sektor wisata dan ritel terkoreksi pada perdagangan Senin. Isetan Mitsukoshi anjlok lebih dari 10% pada awal sesi, sementara Japan Airlines turun lebih dari 4,4%.
Baca Juga: Saham Pariwisata Jepang Anjlok Diterpa Retaknya Hubungan Diplomatik dengan China
Pemerintah Jepang sendiri berharap ketegangan mereda pada forum G20, meski China telah menegaskan tidak ada rencana pertemuan antar pemimpin.
Situasi ini menunjukkan bahwa konflik geopolitik di Asia Timur kembali menjadi variabel penting yang mempengaruhi sentimen pasar dan prospek ekonomi kawasan.













