Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Lockheed Martin berupaya mempertahankan kesepakatan penjualan 88 jet tempur F-35A kepada Kanada di tengah ketidakpastian politik dan meningkatnya kecurigaan terhadap platform tersebut.
Perusahaan dirgantara AS itu dilaporkan menawarkan jaminan penciptaan lebih banyak lapangan kerja di Kanada agar kontrak tetap berjalan.
Mengutip Eurasiantimes, Sabtu (22/3) Kanada sebelumnya memesan 88 jet tempur generasi kelima F-35A dari AS pada 2023, dengan pengiriman tahap pertama sebanyak 16 unit dijadwalkan tiba awal tahun depan.
Namun, meningkatnya ketegangan diplomatik dengan pemerintahan Donald Trump memicu pertimbangan ulang dari pemerintah Kanada.
Baca Juga: Australia Batalkan Proyek Satelit Militer Lockheed Martin
Mereka menegaskan perlunya memastikan kontrak tersebut menguntungkan bagi rakyat Kanada dan Angkatan Bersenjata Kanada.
Selain faktor geopolitik, kekhawatiran lain muncul terkait dugaan adanya 'tombol pemutus' pada F-35, yang memungkinkan AS mengontrol akses terhadap suku cadang dan pembaruan perangkat lunak.
Lockheed Martin dan Kantor Program Gabungan (JPO) telah membantah klaim ini, tetapi kekhawatiran tetap ada.
Situasi ini diperburuk oleh kebijakan Trump yang dianggap merugikan Kanada, termasuk penerapan tarif dagang serta pernyataan kontroversialnya mengenai Kanada sebagai negara bagian ke-51 AS.
Di dalam negeri, sentimen publik terhadap F-35 semakin negatif. Aktivis menentang kesepakatan ini karena tingginya biaya pembelian, sementara laporan Kantor Anggaran Parlemen (PBO) pada November 2023 memperkirakan kenaikan harga yang signifikan.
Baca Juga: Makin Panas! PM Kanada yang Baru Minta Tinjau Ulang Pembelian F-35 dari AS
Hal ini semakin mendorong dukungan untuk membatalkan kontrak.
Sebagai alternatif, Kanada mempertimbangkan jet tempur buatan Eropa, dengan SAAB Gripen-E Swedia menjadi kandidat utama. Gripen sebelumnya kalah dari F-35 dalam kompetisi pengadaan, tetapi SAAB menuduh Kanada bertindak tidak adil dalam proses seleksi.
Gripen menawarkan efisiensi bahan bakar terbaik dan teknologi yang mudah ditingkatkan, namun penggunaannya masih bergantung pada komponen buatan AS, yang dapat menjadi kendala jika Washington memutuskan untuk memblokir penjualan.
Opsi lain adalah Eurofighter Typhoon dan Dassault Rafale. Rafale memiliki kandungan teknologi AS paling sedikit, sehingga berpotensi lebih aman dari pengaruh politik AS.
Namun, Dassault Aviation sebelumnya menarik diri dari kompetisi karena kendala interoperabilitas dengan sistem pertahanan Amerika Utara. Meski demikian, ada kemungkinan Prancis dan Kanada merancang solusi teknis agar Rafale dapat memenuhi kebutuhan Kanada.
Baca Juga: Ketegangan Meningkat, PM Kanada Minta Tinjau Ulang Pembelian F-35 dari AS
Seiring dengan memburuknya hubungan dengan AS, Perdana Menteri Kanada Mark Carney menunjukkan preferensi terhadap Eropa. Dalam kunjungan luar negeri pertamanya, ia memilih Prancis dan Inggris, bukan AS, sebagai mitra strategis utama.
Saat bertemu Presiden Prancis Emmanuel Macron, Carney menegaskan pentingnya memperkuat hubungan dengan sekutu yang lebih dapat diandalkan.
Macron sendiri telah mendorong sekutu Eropa untuk beralih dari senjata AS ke sistem pertahanan Eropa, termasuk menawarkan Rafale sebagai alternatif F-35.
Baca Juga: Elon Musk Sebut Produsen Jet Tempur F-35 Bodoh, Promosikan Drone Tempur
Kini, Kanada menghadapi keputusan strategis: tetap berpegang pada kesepakatan F-35 atau mencari alternatif yang lebih sesuai dengan kepentingan nasionalnya di tengah ketidakpastian hubungan dengan AS.