Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pendapatan negara (fiscal revenue) China menurun lebih lambat dalam tiga bulan pertama tahun ini. Pemerintah China terus berusaha menjaga kestabilan ekonominya di tengah tekanan dari meningkatnya tarif perdagangan yang diberlakukan Amerika Serikat.
Menurut data Kementerian Keuangan China yang dirilis pada Jumat (17/4), pendapatan negara dari Januari hingga Maret mencapai 6 triliun yuan setara dengan US$ 821,5 miliar. Angka ini turun 1,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, penurunan ini lebih kecil dibandingkan penurunan 1,6% yang terjadi dalam dua bulan pertama 2025.
Pendapatan dari pajak turun 3,5% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara pendapatan non-pajak justru naik tajam sebesar 8,8%. Di sisi lain, pengeluaran pemerintah meningkat 4,2% selama periode Januari hingga Maret.
Baca Juga: China Akan Buka Lebih Banyak Peluang untuk Investor Asing di Sektor Jasa
Tahun ini, China menargetkan defisit anggaran sekitar 4% dari Produk Domestik Bruto (PDByang merupakan angka tertinggi dalam sejarah China. Namun, banyak analis menilai target tersebut akan sulit tercapai karena tekanan dari tarif tinggi AS.
Awal bulan ini, lembaga pemeringkat global Fitch menurunkan peringkat utang pemerintah China. Ini karena meningkatnya utang negara dan risiko terhadap keuangan publik. Hal ini menunjukkan tantangan besar bagi pemerintah dalam menyeimbangkan antara mendorong konsumsi dan menjaga stabilitas keuangan di tengah perlambatan perdagangan.
Meskipun ada beberapa data ekonomi yang menunjukkan perbaikan, pemulihan ekonomi China setelah pandemi COVID-19 masih belum stabil. Di Maret, pinjaman baru dari bank dan ekspor naik lebih tinggi dari perkiraan, tapi tekanan deflasi masih terasa. Harga konsumen turun untuk bulan kedua berturut-turut, dan harga barang dari pabrik juga makin merosot.
Permintaan dalam negeri masih lemah, sebagian besar disebabkan krisis berkepanjangan di sektor properti dan kekhawatiran soal kondisi ekonomi secara umum.
Pemerintah China sudah berulang kali mengatakan masih memiliki banyak kebijakan dan alat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan, Perdana Menteri Li Qiang bulan ini berjanji akan meluncurkan kebijakan tambahan yang lebih agresif untuk mendukung ekonomi.
Baca Juga: BYD Buka Pra Penjualan SUV Sealion 07 DM-i di China, Harga Mulai Rp 443,52 Juta