Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Vartanyan mengatakan penggunaan roket dan artileri membawa risiko korban sipil yang lebih tinggi yang dapat membuat eskalasi sulit dihentikan dengan cara diplomatik.
"Jika ada korban massal, akan sangat sulit untuk menahan pertempuran ini dan kami pasti akan melihat perang besar-besaran yang akan memiliki potensi intervensi Turki atau Rusia, atau keduanya," paparnya.
Baca Juga: Kian panas, pasukan Armenia dan Azerbaijan kembali saling tembak
Rusia menyerukan gencatan senjata segera, dan Turki mengatakan akan mendukung Azerbaijan.
Bentrokan pertama kali pecah pada akhir 1980-an antara mayoritas Kristen Armenia di Nagorno-Karabakh dan tetangga etnis Azeri mereka, saat pemerintahan Komunis Soviet dari Moskow mulai runtuh.
Perang habis-habisan di awal 1990-an menyebabkan ratusan ribu Azeri diusir karena wilayah itu, dengan dukungan kuat dari Armenia, melepaskan kendali dari Baku dan menjadi pemerintahan sendiri. Ratusan ribu lebih orang Armenia dan Azeri masing-masing mengungsi dari Azerbaijan dan Armenia.
Pertempuran baru ini telah menghidupkan kembali kekhawatiran atas stabilitas di Kaukasus Selatan, koridor jaringan pipa yang menyalurkan minyak dan gas ke pasar dunia.