Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pemerintah China akan memberlakukan biaya tambahan bagi kapal-kapal milik, dioperasikan, atau dibangun oleh perusahaan dan individu asal Amerika Serikat (AS) mulai Selasa depan (14/10).
Kebijakan ini diumumkan Kementerian Transportasi China sebagai langkah balasan terhadap penerapan biaya pelabuhan baru oleh AS terhadap kapal berbendera atau buatan China.
Baca Juga: China Akan Kenakan Biaya Pelabuhan Tambahan untuk Kapal AS, Berlaku Mulai 14 Oktober
Dalam pernyataannya, kementerian menyebut bahwa setiap kapal AS yang berlabuh di pelabuhan China akan dikenakan biaya tambahan per perjalanan sebesar 400 yuan (sekitar US$56,13) per net tonnage.
Tarif ini akan meningkat secara bertahap menjadi 640 yuan pada April 2026, 880 yuan pada April 2027, dan 1.120 yuan (sekitar US$157,16) mulai April 2028.
Kebijakan ini disebut sebagai "tindakan timbal balik" atas langkah AS yang menargetkan kapal dan operator asal China.
Menurut estimasi analis, biaya pelabuhan AS untuk kapal berkapasitas lebih dari 10.000 kontainer bisa mencapai lebih dari US$1 juta per kapal, dengan potensi kenaikan tahunan hingga 2028.
“Kebijakan AS ini bersifat diskriminatif, merugikan kepentingan sah industri pelayaran China, serta mengganggu stabilitas rantai pasok global,” ujar Kementerian Transportasi China dalam pernyataannya, Jumat (10/10/2025).
Baca Juga: Trump Usulkan Pelarangan Maskapai China Terbang di Atas Rusia untuk Rute ke AS
Langkah AS tersebut merupakan bagian dari upaya Washington untuk menghidupkan kembali industri galangan kapal domestik sekaligus menekan pengaruh maritim dan komersial China.
Selama dua dekade terakhir, China telah menjadi negara pembangun kapal terbesar di dunia, dengan galangan kapal yang menangani proyek-proyek komersial dan militer.
Tahun lalu saja, galangan kapal China memproduksi lebih dari 1.000 kapal komersial, sementara AS hanya membangun kurang dari 10 unit.
Presiden dan CEO World Shipping Association Joe Kramek menilai, kebijakan kedua negara ini akan meningkatkan biaya dan kompleksitas rantai pasok global.
“Langkah saling balas ini menambah tekanan terhadap sistem logistik dunia dan berisiko merugikan eksportir, produsen, dan konsumen di tengah perdagangan global yang sudah tertekan,” kata Kramek.
Baca Juga: Ekspor Minyak Arab Saudi ke China Diperkirakan Turun Jadi 40 Juta Barel pada November
Ketegangan perdagangan antara kedua negara kembali memanas sejak September, meskipun keduanya sempat menyepakati gencatan tarif 90 hari sejak 11 Agustus yang akan berakhir pada 9 November mendatang.
Sementara itu, pelaku industri menilai kebijakan baru ini bisa memperdalam ketegangan dan menunda pembukaan kembali impor produk pertanian AS ke China.
“Kebijakan ini menunjukkan bahwa Beijing masih kesal terhadap Washington. Tampaknya, tahun ini China tidak akan banyak membeli kedelai dari AS,” kata seorang pedagang minyak nabati internasional.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Korea Selatan pada akhir bulan ini.