Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON – Petani kedelai Amerika Serikat (AS) menghadapi ancaman krisis serius menjelang musim panen. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perdagangan, China, pembeli terbesar kedelai AS, tidak melakukan satu pun pemesanan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam terhadap keberlanjutan sektor pertanian sekaligus perekonomian nasional.
Caleb Ragland, petani asal Kentucky sekaligus Presiden American Soybean Association, menyebut situasi ini sebagai "sangat genting." Dalam wawancara dengan CNN, ia menegaskan, “China membeli lebih banyak kedelai kita daripada seluruh pembeli asing lainnya digabungkan.”
Baca Juga: Nasdaq Diperkirakan Dibuka Datar, Nvidia Tertekan Ketidakpastian Pasar China
Selama ini, sekitar 25% produksi kedelai AS diserap pasar China, dengan seperempat dari penjualan tahunan biasanya sudah tercatat sebelum panen. Tahun ini, angkanya nol.
Ketiadaan pesanan tersebut memperparah tekanan yang sudah ada. Harga kedelai kini 40% lebih rendah dibandingkan tiga tahun lalu, sementara biaya produksi dan bunga pinjaman meningkat.
Harga kontrak berjangka September hanya sekitar US$ 10,10 per bushel, padahal biaya produksinya diperkirakan mencapai US$ 11,03. Ragland mengaku usahanya sendiri menanggung kerugian hingga US$ 750.000 dan harus bergantung pada pinjaman untuk bertahan.
Baca Juga: Ditekan AS, Nvidia Tetap Gas! Segera Rilis Chip AI Murah Khusus Pasar China
“Kami sedang menanam tanaman yang kemungkinan besar diproduksi dengan kerugian,” katanya.
Dampak finansial ini tidak hanya menghantam 500.000 petani kedelai AS, tetapi juga mengancam efek berantai pada ekonomi.
Pertanian menyumbang 18,7% dari PDB AS atau setara US$9,5 triliun per tahun, serta mendukung lebih dari sejuta lapangan kerja.
Ekspor kedelai saja tercatat menopang lebih dari 231.000 pekerjaan di sektor pertanian, manufaktur, logistik, hingga usaha kecil di pedesaan.
Krisis ini tidak lepas dari tensi dagang AS–China. Kedelai AS dikenai tarif balasan hingga 34%, membuat posisinya kalah bersaing dengan kedelai Brasil. Data terbaru menunjukkan China meningkatkan impor dari Brasil hingga mencapai rekor tertinggi.
Baca Juga: Nvidia Siapkan Chip AI Baru untuk Pasar China, Lebih Canggih dari H20
Pada Maret 2025, Brasil mengekspor 15,7 juta ton kedelai, dengan tiga perempatnya dikirim ke China. Pada 2024, 71% impor kedelai China berasal dari Brasil.
American Soybean Association bahkan telah mengirim surat resmi kepada Presiden Donald Trump, memperingatkan bahwa China sudah mengamankan kontrak pasokan jangka panjang dengan Brasil untuk menghindari pembelian dari AS.
Ragland, meski mendukung Trump, mendesak pemerintah segera menuntaskan kesepakatan dagang. “Kami sangat butuh solusi cepat. Kalau tidak, petani akan makin terpuruk,” ujarnya.
Situasi ini mengingatkan pada perang dagang 2018–2020 yang menimbulkan kerugian US$ 26 miliar bagi sektor pertanian AS, dengan kedelai menyumbang 71% dari total kerugian tersebut.
Baca Juga: Mark Dynamics (MARK) Bidik Pasar China dan India di Tengah Tekanan Global
Kini, dengan proyeksi panen mencapai 4,3 miliar bushel, keenam terbesar dalam sejarah—ketiadaan pasar China berpotensi menekan harga lebih dalam lagi.
Jika tak ada terobosan sebelum panen, petani terancam harus menjual kedelai dengan harga murah atau menanggung biaya penyimpanan yang mahal.
Ragland menutup peringatannya dengan pesan emosional: “Kami adalah tulang punggung Amerika. Tapi kalau tidak ada tindakan cepat, kami tidak yakin bisa bertahan melalui masa-masa sulit ini.”