Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Puluhan ribu demonstran kembali memenuhi jalanan berbagai kota di Prancis pada Kamis (2/10), menanggapi seruan serikat pekerja yang menentang rencana pemotongan belanja besar dalam rancangan anggaran tahun depan.
Aksi ini menambah tekanan terhadap Presiden Emmanuel Macron dan perdana menteri barunya, Sébastien Lecornu, yang tengah berupaya keluar dari kebuntuan dalam negosiasi anggaran di parlemen. Pemerintah Prancis menghadapi sorotan ketat dari Uni Eropa, lembaga pemeringkat, hingga pasar keuangan untuk segera mengendalikan defisit fiskal.
Tuntutan Serikat Pekerja
Serikat buruh besar seperti CFDT dan CGT menolak rencana penghematan dan menuntut:
-
Penambahan belanja untuk layanan publik,
-
Pembatalan kenaikan usia pensiun,
-
Pengenaan pajak lebih tinggi bagi kalangan kaya.
Baca Juga: Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy Divonis 5 Tahun Penjara
“Kami harus mengakhiri semua pengorbanan yang terus-menerus dibebankan pada pekerja dalam rancangan anggaran sebelumnya,” tegas Sekjen CGT Sophie Binet kepada BFM TV.
Sementara itu, Sekjen CFDT Marylise Leon menekankan ketidakjelasan rencana baru pemerintah: “Pertanyaannya adalah, perubahan seperti apa yang sebenarnya ditawarkan?”
Jumlah Massa Lebih Rendah dari Aksi Bulan Lalu
Menurut Kementerian Dalam Negeri, sekitar 85.000 orang ikut serta dalam protes hingga siang hari—kurang dari separuh jumlah demonstran pada hari mogok nasional bulan September.
Meski demikian, aksi tetap berlangsung di lebih dari 240 lokasi di seluruh negeri, termasuk Paris, Dijon, Metz, Poitiers, dan Montpellier. Beberapa sekolah juga diblokade siswa, dengan suasana panas diwarnai flare di depan salah satu SMA di ibu kota.
Seorang pekerja konstruksi berusia 59 tahun, Dominique Menier, yang ikut berdemonstrasi di Nantes, mengatakan:
“Kita harus terus berjuang, meski jumlah kita tak banyak. Setiap kali turun ke jalan, kami kehilangan satu hari kerja. Tapi beginilah demokrasi biasanya berjalan.”
Untuk menjaga keamanan, pemerintah mengerahkan sekitar 76.000 polisi di berbagai titik.
Defisit Fiskal Jadi Sorotan
Prancis menghadapi masalah serius pada defisit anggaran, yang pada 2024 mencapai 5,8% dari PDB, hampir dua kali lipat batas maksimum Uni Eropa sebesar 3%.
Lecornu—perdana menteri kelima di era Macron hanya dalam dua tahun terakhir—berusaha mengamankan dukungan parlemen untuk anggaran 2026. Ia harus menyeimbangkan tuntutan kelompok tengah-kanan di kubu pemerintah dengan suara Sosialis dan basis pemilih mereka.
Baca Juga: Detektif Swasta Ungkap Maraknya Kecurangan Cuti Sakit di Prancis
Meski semua partai sepakat perlu memangkas defisit, perbedaan muncul dalam cara melakukannya. Lecornu berjanji menghadirkan anggaran yang lebih adil secara fiskal, namun menolak memberlakukan kembali pajak kekayaan. Ia menyebut distribusi beban pajak akan diatur ulang agar lebih merata.
Skeptisisme Publik
Namun, banyak warga tetap skeptis terhadap pendekatan baru ini. Seorang pekerja industri dirgantara berusia 53 tahun, Alexandra Thomas, menilai bahwa perubahan kepemimpinan tidak menjamin adanya kebijakan yang berbeda.
“Satu-satunya ketakutan saya adalah kita hanya mendapat orang baru, tapi kebijakannya tetap sama,” ujarnya.