Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Jimmy Lai, taipan media Hong Kong sekaligus pengkritik keras Beijing, dinyatakan bersalah pada Senin (15/12/2025) atas dua dakwaan berkonspirasi dengan kekuatan asing serta satu dakwaan hasutan, berdasarkan undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan China.
Putusan tersebut membuka peluang hukuman penjara seumur hidup bagi pria berusia 78 tahun itu.
Baca Juga: China Vanke Hadapi Risiko Default: Rapat Obligasi Kedua Kamis (18/12) Mendatang
Vonis ini menjadi babak terbaru dalam perjalanan hidup Lai, seorang miliarder yang menolak bungkam setelah pengetatan kontrol China menyusul gelombang protes massal di Hong Kong pada 2019, dan terus memperingatkan bahaya otoritarianisme baik di dalam maupun luar negeri.
Dikenal bertubuh kekar seperti petinju, berbicara lugas, dan berkarakter keras, Lai menggunakan kekayaannya untuk mendukung gerakan pro-demokrasi Hong Kong.
Media miliknya, tabloid Apple Daily, secara terbuka mendukung nilai-nilai liberal dan tak ragu mengkritik otoritas hingga akhirnya ditutup pada 2021, menyusul penggerebekan polisi.
Penutupan Apple Daily terjadi setelah Beijing memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong.
Tak lama kemudian, Lai ditangkap dan didakwa berkolusi dengan kekuatan asing serta melakukan hasutan.
“Saya akan terus melawan sampai hari terakhir,” ujar Lai kepada Reuters sebelum penangkapannya.
Baca Juga: Pemilik Juventus Tolak Tawaran Akuisisi Tether Senilai Lebih dari €1 Miliar
Lai telah ditahan lebih dari lima tahun, sebagian besar dalam sel isolasi, dan kondisi kesehatannya dilaporkan memburuk.
Seorang penganut Katolik taat, ia ditahan di sel kecil dengan jendela menghadap lorong, menurut keterangan keluarganya.
Orang-orang terdekat menyebut keyakinannya menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi persidangan dan tekanan dari Partai Komunis China.
Kardinal Joseph Zen, 93 tahun, tokoh Katolik terkemuka dan pendukung demokrasi, diketahui kerap mengunjungi Lai di penjara.
Kisah hidup Lai dari kemiskinan, menjadi kaya, lalu berani melawan kerap dipandang sebagai cerminan Hong Kong: wilayah yang lama dikenal ulet dan berjiwa wirausaha, namun kecintaannya pada nilai-nilai liberal Barat akhirnya berbenturan dengan kehendak Beijing.
Baca Juga: Krisis Properti China Berlanjut, Harga Rumah Turun di Semua Tier Kota di November
Dari Imigran Gelap hingga Raja Media
Lahir dari latar belakang miskin, Lai muda hidup keras di jalanan Guangzhou sebelum melarikan diri ke Hong Kong pada 1961 dengan menumpang kapal nelayan.
Dari kondisi serba kekurangan, ia membangun pabrik sendiri dan mendirikan jaringan ritel pakaian Giordano yang sukses di Asia.
Peristiwa berdarah Lapangan Tiananmen pada Juni 1989 menjadi titik balik hidupnya, mendorong Lai semakin aktif dalam jurnalisme dan aktivisme.
Ia mendirikan Next Magazine pada 1990. Setelah gerai Giordano di China daratan diboikot pada pertengahan 1990-an akibat aktivitas politiknya, Lai menjual bisnis tersebut dan menggunakan hasilnya untuk meluncurkan Apple Daily pada 1995.
Tabloid tersebut dikenal tajam dan kontroversial memadukan berita kriminal, skandal seks, balap kuda, hingga investigasi elite Hong Kong dan China dan dengan cepat meraih popularitas.
Baca Juga: Mata Uang Asia Bergerak Terbatas Senin (15/12) Pagi, Dolar Taiwan Paling Loyo
Lai kerap melontarkan kritik pedas. Ia pernah menyebut mantan Perdana Menteri China Li Peng dengan istilah penghinaan berat, serta secara terbuka menyebut Presiden Xi Jinping sebagai “diktator”.
“Semakin banyak informasi yang Anda miliki, semakin Anda tahu. Semakin Anda tahu, semakin Anda bebas,” ujar Lai dalam persidangan.
Beijing, saat mengambil alih Hong Kong pada 1997, menjanjikan kebebasan luas dan otonomi tinggi melalui skema “satu negara, dua sistem”.
Namun para pengkritik, termasuk Lai, menilai janji tersebut terkikis oleh penerapan undang-undang keamanan nasional.
Pada 2014, saat Gerakan Payung (Umbrella Movement), Lai sempat ditangkap namun terhindar dari hukuman penjara.
Pada 2019, ketika jutaan warga turun ke jalan menentang cengkeraman China, media pemerintah menyebut Lai sebagai “kekuatan jahat”.
“Kita harus fleksibel, inovatif, dan sabar—tetapi tetap bertahan,” kata Lai kala itu.
Baca Juga: Produksi Industri China November Tumbuh 4,8%, Penjualan Ritel Melambat
‘Tahanan Politik’ dan Harga Sebuah Perlawanan
Pernah masuk daftar 40 orang terkaya Hong Kong versi Forbes pada 2008 dengan kekayaan HK$1,2 miliar, aset dan saham Lai di perusahaan media Next Digital dibekukan pada 2021. Langkah ini mematikan arus kas dan berujung pada penutupan Apple Daily.
Selama persidangan, Lai berulang kali menyebut dirinya sebagai “tahanan politik”, yang memicu teguran dari hakim.
Namun Lai bersikukuh bahwa ia berhak berbeda pendapat.
Meski menyadari perjuangannya mungkin tak berakhir baik bagi dirinya, Lai menyebut pengorbanan itu sebagai sebuah kehormatan.
Keluarganya termasuk enam anak dari dua pernikahan terus mendukungnya. Sang istri, Teresa, menghadiri lebih dari 100 hari persidangan.
Pada Oktober lalu, ia dan putrinya terlihat bertemu Paus Leo di Vatikan, di tengah kekhawatiran atas kondisi kesehatan Lai.
Baca Juga: Investasi Properti China Anjlok 15,9% hingga November 2925
“Ayah kami masuk penjara dalam kondisi mental yang kuat, dan itu masih ada. Tapi secara fisik, ia jauh lebih lemah sekarang,” kata putrinya, Claire, kepada Reuters.
Ia menyebut ayahnya mengalami nyeri punggung, diabetes, gangguan jantung, serta tekanan darah yang meningkat signifikan.
“Persidangan panjang saja sudah berat, apalagi ia terus diserang oleh jaksa dan hakim,” ujar Claire.
“Namun yang mereka buktikan justru bahwa ayah saya adalah orang yang mencintai Tuhan, mencintai kebenaran, kebebasan, dan keluarganya.”













