kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Trump Sebut Masih Ada Ruang Negosiasi, Setelah Ancam Tarif 25% untuk India


Kamis, 31 Juli 2025 / 10:21 WIB
Trump Sebut Masih Ada Ruang Negosiasi, Setelah Ancam Tarif 25% untuk India
ILUSTRASI. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa negosiasi dagang dengan India masih berlangsung, meskipun ia telah mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif impor sebesar 25% terhadap barang-barang dari India mulai Jumat (1/8/2025) ini. REUTERS/Nathan Howard


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON/NEW DELHI. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa negosiasi dagang dengan India masih berlangsung, meskipun ia telah mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif impor sebesar 25% terhadap barang-barang dari India mulai Jumat (1/8/2025) ini.

Tarif tinggi tersebut disertai dengan sanksi tambahan yang belum dijelaskan rinciannya, berpotensi memperburuk hubungan AS dengan negara demokrasi terbesar di dunia itu.

“Mereka (India) memiliki tarif tertinggi di dunia, tapi kini bersedia memangkasnya secara signifikan,” ujar Trump kepada wartawan di Gedung Putih.

“Kami sedang berbicara dengan India, kita lihat saja nanti. Anda akan tahu pada akhir pekan ini.”

Baca Juga: Trump Setujui Tarif 15% atas Impor Korsel, Disertai Janji Investasi US$ 350 Miliar

Langkah ini berisiko menggagalkan upaya diplomatik berbulan-bulan antara kedua negara dan bisa melemahkan kemitraan strategis Washington dengan New Delhi yang selama ini menjadi penyeimbang pengaruh China di Asia.

Trump sebelumnya menyebut sanksi tersebut berkaitan dengan keputusan India membeli senjata dan minyak dari Rusia, serta menerapkan apa yang ia sebut sebagai "hambatan non-moneter yang menjengkelkan" dalam perdagangan.

Ia juga menyoroti keikutsertaan India dalam kelompok negara berkembang BRICS, yang dinilainya “bermusuhan terhadap AS”.

Dalam unggahan di platform Truth Social pada Rabu pagi, Trump mengatakan akan mengenakan tarif tambahan 10% pada negara mana pun yang ia anggap berpihak pada “kebijakan anti-Amerika” BRICS.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik 4 Hari Beruntun Kamis (31/7), Dipicu Ancaman Tarif Trump

Peringatan Dini dari Washington

Gedung Putih sebelumnya telah memperingatkan India terkait tarif impornya yang tinggi, khususnya pada produk pertanian, rata-rata mencapai 39%, bahkan bisa menyentuh 45% untuk minyak nabati dan 50% untuk komoditas seperti apel dan jagung.

“India memang sahabat kita, tapi selama bertahun-tahun kita hanya melakukan bisnis dalam jumlah kecil dengan mereka karena tarif mereka terlalu tinggi,” tulis Trump di Truth Social.

India juga terus menjadi pembeli utama minyak Rusia pada paruh pertama 2025, dengan kontribusi 35% dari total impor energi negara tersebut. Selain itu, India masih banyak mengandalkan persenjataan buatan Rusia.

Baca Juga: Akankah AS dan China Capai Kesepakatan yang Adil? Ini Kata Trump

Pemerintah India menyatakan sedang mempelajari konsekuensi dari pengumuman Trump dan menegaskan komitmennya untuk mencapai kesepakatan dagang yang adil dan seimbang.

“Kami tetap berkomitmen untuk menyelesaikan perjanjian dagang bilateral yang adil, seimbang, dan saling menguntungkan,” demikian pernyataan resmi pemerintah India.

AS saat ini mencatat defisit perdagangan sebesar US$45,7 miliar dengan India, yang merupakan ekonomi terbesar kelima dunia.

Eksportir India Terpukul

Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mengatakan Trump kecewa dengan lambatnya kemajuan negosiasi dan yakin bahwa ancaman tarif akan mempercepat proses tersebut.

Tarif baru untuk India lebih tinggi dibanding negara lain yang baru-baru ini mencapai kesepakatan dagang dengan AS. Tarif untuk Vietnam ditetapkan sebesar 20%, Indonesia 19%, sementara Jepang dan Uni Eropa masing-masing dikenakan tarif 15%.

“Ini pukulan berat bagi eksportir India, terutama di sektor tekstil, alas kaki, dan furnitur, karena tarif 25% akan membuat mereka tak mampu bersaing dengan produk dari Vietnam dan China,” kata S.C. Ralhan, Presiden Federasi Organisasi Eksportir India (FIEO).

Baca Juga: Trump Kenakan Tarif 50% ke Brasil, Tidak Termasuk Pesawat, Minyak Nabati & Energi

Isu Sengketa Dagang

AS dan India telah menggelar beberapa putaran negosiasi terkait akses pasar untuk produk pertanian dan susu AS, yang selama ini menjadi isu sensitif bagi India.

India menyatakan akan tetap melindungi kepentingan petani, pelaku usaha kecil, dan pengusaha domestiknya.

“Pemerintah akan mengambil langkah apa pun yang diperlukan untuk menjaga kepentingan nasional,” tegas pernyataan tersebut.

Padahal sebelumnya, PM Narendra Modi dan Trump telah sepakat untuk menuntaskan fase pertama perjanjian dagang pada musim gugur tahun ini dan menargetkan nilai perdagangan bilateral mencapai US$500 miliar pada 2030, naik dari US$191 miliar pada 2024.

Pada hari yang sama, Trump juga mengklaim telah mencapai kesepakatan dengan Pakistan, saingan regional India untuk mengembangkan cadangan minyak negara tersebut.

“Siapa tahu, mungkin suatu hari nanti mereka akan menjual minyak ke India,” ujar Trump di Truth Social.

Hubungan India-AS semakin renggang setelah konflik perbatasan singkat namun mematikan antara India dan Pakistan.

Baca Juga: Dihantam Tarif Impor Trump, Adidas Pertimbangkan Naikkan Harga di AS

New Delhi mengecam kedekatan Trump dengan Islamabad, yang ikut membayangi negosiasi perdagangan.

“Secara politik, hubungan bilateral saat ini berada di titik terendah sejak pertengahan 1990-an,” kata Ashok Malik, mitra di firma konsultan The Asia Group.

“Kepercayaan kedua pihak merosot tajam. Pernyataan Presiden Trump telah merusak upaya diplomatik lintas pemerintahan yang selama ini dibangun dengan hati-hati.”

Selain isu tarif, Washington juga menyoroti meningkatnya hambatan non-tarif India seperti standar kualitas impor yang dinilai semakin ketat. Laporan Maret lalu dari Kantor Perwakilan Dagang AS menyebut kebijakan tersebut menyulitkan pelaku usaha asing.

Tarif baru diperkirakan akan berdampak besar terhadap ekspor India ke AS—yang pada 2024 mencapai US$87 miliar, termasuk produk padat karya seperti garmen, obat generik, perhiasan, dan petrokimia.




TERBARU

[X]
×