kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.820   -41,00   -0,24%
  • IDX 6.442   73,17   1,15%
  • KOMPAS100 923   0,44   0,05%
  • LQ45 723   -0,82   -0,11%
  • ISSI 202   3,78   1,91%
  • IDX30 377   -0,84   -0,22%
  • IDXHIDIV20 459   0,93   0,20%
  • IDX80 105   -0,21   -0,20%
  • IDXV30 112   0,60   0,54%
  • IDXQ30 124   -0,13   -0,11%

AS Blokir Impor Garam Laut Korea Selatan di Tengah Isu Kerja Paksa


Selasa, 08 April 2025 / 14:45 WIB
AS Blokir Impor Garam Laut Korea Selatan di Tengah Isu Kerja Paksa
ILUSTRASI. Bendera Korea Selatan dan Amerika berkibar bersebelahan di Yongin, Korea Selatan, 23 Agustus 2016


Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - Amerika Serikat menghentikan impor garam laut dari Korea Selatan di tengah isu praktik kerja paksa dan perbudakan dalam proses pembuatannya.

Melansir AP News, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mengeluarkan perintah penahanan terhadap pertanian garam Taepyung, dengan mengatakan bahwa ada praktik kerja paksa di fasilitas daerah kepulauan Sinan, tempat sebagian besar produk garam laut Korea Selatan dibuat.

Berdasarkan perintah yang dikeluarkan hari Rabu (2/4/2025), personel bea cukai di semua pelabuhan masuk AS diharuskan menahan produk garam laut yang bersumber dari pertanian terkait.

Taepyung Salt Farm adalah ladang garam terbesar di Korea Selatan, dengan produksi mencapai 16.000 ton garam setiap tahunnya. Ladang ini menyumbang sekitar 6% dari total produksi garam negara, sekaligus pemasok utama bagi perusahaan-perusahaan makanan Korea Selatan.

Perusahaan tersebut telah berulang kali dituduh menggunakan kerja paksa, termasuk pada tahun 2014 dan 2021.

Baca Juga: Jepang Bisa Mendapat Prioritas dalam Perundingan Tarif Dagang dengan Amerika Serikat

Pejabat Korea Selatan mengatakan, ini adalah pertama kalinya pemerintah asing menangguhkan impor dari perusahaan Korea Selatan karena kekhawatiran mengenai kerja paksa.

Kepada AP News, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan pada hari Senin (7/4/2025) mengatakan bahwa lembaga pemerintah terkait, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi praktik ketenagakerjaan di Taepyung sejak tahun 2021.

"Tidak ada garam yang diproduksi di sana saat ini yang bersumber dari kerja paksa. Kami berencana untuk terlibat aktif dalam diskusi dengan pejabat AS mengenai masalah tersebut," kata Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dalam pernyataannya.

Sejalan dengan itu, Kementerian Perikanan juga berencana untuk segera meninjau langkah-langkah yang diperlukan untuk mengupayakan pencabutan perintah AS tersebut.

Baca Juga: Trump dan China Saling Balas Tarif Impor, Dunia Bersiap Hadapi Ketidakpastian Ekonomi

Bea Cukai AS telah mengidentifikasi beberapa tanda kerja paksa selama penyelidikannya terhadap Taepyung, termasuk penyalahgunaan kerentanan, penipuan, pembatasan pergerakan, penahanan dokumen identitas, kondisi hidup dan kerja yang tidak manusiawi, intimidasi dan ancaman, kekerasan fisik, ikatan utang, penahanan upah, dan lembur yang berlebihan.

Praktik kerja paksa dan perbudakan di di ladang garam Sinan terungkap pada tahun 2014 ketika puluhan korban perbudakan, yang sebagian besar penyandang disabilitas, diselamatkan setelah penyelidikan oleh polisi.

Sebagian besar dari mereka dibujuk ke kepulauan tersebut untuk bekerja oleh para calo yang disewa oleh pemilik pertanian garam.

Di sana, mereka dipaksa bekerja keras selama berjam-jam dan mengurung mereka di rumah selama bertahun-tahun sambil memberi mereka sedikit atau bahkan tanpa upah.

Tonton: Taiwan Incar Tarif Nol dengan AS, Janjikan Lebih Banyak Investasi

Selanjutnya: Bursa Jepang: Indeks Nikkei Naik 6% Selasa (8/4), Kenaikan Harian Tertinggi 2 Tahun

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 8-15 April 2025, Nutella Diskon Rp 13.400



TERBARU

[X]
×