Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - CAIRO. Kelompok Hamas menyatakan kesiapannya untuk segera membebaskan Edan Alexander, seorang tentara Israel-Amerika berusia 21 tahun yang ditahan di Gaza.
Informasi ini disampaikan oleh seorang pejabat senior Hamas kepada Reuters pada hari Minggu, menandai perkembangan signifikan dalam upaya untuk memulai kembali perundingan gencatan senjata yang telah terhenti sejak Maret.
Menurut sumber yang mengetahui proses negosiasi, pembebasan Alexander kemungkinan akan terjadi pada hari Selasa, dengan mediasi aktif yang melibatkan Qatar, Mesir, dan Turki. Langkah ini dipandang sebagai sinyal positif menuju kesepakatan damai yang lebih luas dan untuk mempercepat pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan di Jalur Gaza.
Edan Alexander: Sandera Terakhir Berkewarganegaraan Amerika yang Masih Hidup
Edan Alexander merupakan sandera terakhir yang masih hidup dan berkewarganegaraan Amerika Serikat yang diyakini masih ditahan oleh Hamas. Ia merupakan tentara aktif di Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan lahir di New Jersey.
Baca Juga: Seruan Damai dari Palestina! Umat Kristen Gaza dan Hamas Sambut Pemilihan Paus Leo
Pembebasannya dianggap sebagai titik balik penting dalam dinamika konflik, terutama dalam kaitannya dengan keterlibatan Amerika Serikat dan diplomasi regional.
Presiden AS Donald Trump menyambut baik kabar ini dan menyatakan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang terlibat melalui unggahan di Truth Social. Ia menyebutnya sebagai "langkah niat baik terhadap Amerika Serikat dan mediator" untuk mengakhiri perang brutal di Gaza.
Latar Belakang Konflik: Serangan 7 Oktober dan Kampanye Militer Israel
Konflik di Gaza memanas setelah serangan besar oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang disandera, menurut data Israel.
Menyusul serangan tersebut, Israel meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 52.800 warga Palestina, berdasarkan laporan dari otoritas kesehatan di Gaza.
Kondisi di Gaza kini sangat memprihatinkan, dengan lebih dari 2,3 juta penduduk sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan. Blokade total yang diberlakukan oleh Israel sejak Maret telah memperparah krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Baca Juga: Prabowo Berniat Evakuasi Warga Gaza, Ma'ruf Amin Sarankan Kirim Bantuan Saja
Qatar dan Mesir: Mediator Utama dalam Proses Perdamaian
Dalam pernyataan bersama, Qatar dan Mesir menyambut baik keputusan Hamas untuk membebaskan Edan Alexander sebagai "langkah menggembirakan" menuju dimulainya kembali pembicaraan damai antara pihak-pihak yang bertikai.
Kedua negara, bersama dengan Amerika Serikat, berkomitmen untuk terus mendorong tercapainya gencatan senjata permanen dan mengakhiri konflik bersenjata di Gaza.
Hamas: Siap Negosiasi untuk Akhiri Perang dan Tukar Tawanan
Kepala biro politik Hamas di pengasingan, Khalil al-Hayya, menyatakan bahwa gerakan tersebut siap untuk memulai negosiasi intensif guna mencapai kesepakatan akhir yang mencakup pertukaran tawanan dan penghentian perang secara menyeluruh.
“Gerakan ini menegaskan kesiapannya untuk segera memulai negosiasi serius guna mencapai kesepakatan akhir yang disepakati bersama,” ujar Hayya.
Menurut laporan, perundingan langsung antara perwakilan dari Amerika Serikat, Qatar, Mesir, dan Hamas telah memainkan peran kunci dalam mendorong pembebasan Alexander.
Baca Juga: Israel Setujui Perluasan Serangan di Gaza, Mobilisasi Cadangan Militer Meningkat
Sikap Israel: Operasi Militer Tetap Berlanjut
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan dalam rapat tertutup bahwa pembebasan Alexander merupakan isyarat positif kepada Presiden Trump. Namun, pemerintah Israel tetap berkomitmen untuk melanjutkan operasi militer hingga semua sandera dibebaskan dan Gaza sepenuhnya didemiliterisasi.
Israel telah membebaskan 38 sandera dalam gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari. Namun, operasi militer dilanjutkan pada bulan Maret setelah Hamas menolak perpanjangan gencatan senjata tanpa penghentian perang.