kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bukan hanya perang dagang, ini ancaman terbaru bagi ekonomi China


Jumat, 17 Januari 2020 / 17:30 WIB
Bukan hanya perang dagang, ini ancaman terbaru bagi ekonomi China
ILUSTRASI. Ilustrasi bayi. (Foto: Romrodphoto/Shutterstock)


Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pemerintah China dan Amerika Serikat memang telah menandatangani kesepakatan dagang Fase I beberapa waktu lalu. Namun, bukan berarti ancaman perang dagang sudah mereda. Selain perang dagang, ekonomi China kini memiliki ancaman baru. Yakni, angka kelahiran yang terus menurun. 

Jumlah bayi baru lahir sepanjang 2019 di China merosot tajam ke level terendah dalam enam dekade terakhir. Hal ini semakin memperkuat kekhawatiran tentang dampak minimnya angka kelahiran terhadap ekonomi Negeri Panda. Selain itu, muncul keraguan mengenai kemampuan negara untuk menyokong populasi  manula yang tumbuh dengan cepat di tahun-tahun mendatang.

Melansir data South China Morning Post, berdasarkan data Badan Statistik Nasional China, jumlah bayi yang dilahirkan di China mencapai 14,65 juta bayi pada tahun lalu. Angka itu turun dari posisi 15,23 juta pada 2018. Angka tahun lalu adalah yang terendah sejak 1961.

Meski demikian, tingkat populasi China secara keseluruhan terus mengalami pertumbuhan, dengan naik menjadi 1,4 miliar pada akhir tahun dari posisi 1,39 miliar pada tahun sebelumnya.

Baca Juga: Kapal Perang AS transit di Selat Taiwan kurang sepekan setelah pemilu

Data kelahiran yang lemah memang sudah diprediksi oleh pakar demografi yang selama bertahun-tahun menyerukan agar pemerintah China untuk segera mencabut kebijakan satu keluarga satu anak -yang berakhir pada 2016. Alasannya, kebijakan ini bisa berdampak pada kerusakan pertumbuhan ekonomi di masa depan dan kemampuan bangsa untuk mendukung populasi yang menua. 

Lebih sedikit kelahiran berarti lebih sedikit penerima upah dan lebih sedikit konsumen di masa depan.

Catatan South China Morning Post menunjukkan, pada 2019, ekonomi China tumbuh 6,1% dari tahun sebelumnya, terendah sejak 1990.

Baca Juga: Ekonomi cuma tumbuh 6,1%, ini beberapa data utama ekonomi China di 2019

Adapun populasi usia kerja antara 16 dan 59 tahun adalah 896,4 juta pada akhir tahun lalu, yang merupakan 64% dari total populasi. Sedangkan jumlah orang China yang berusia di atas 60 tahun adalah 253,8 juta, atau sekitar 18% dari total populasi nasional.

Angka-angka baru ini juga membuktikan bahwa manfaat dari keputusan China untuk melonggarkan pembatasan kelahirannya jauh dari harapan. Setelah Beijing mengizinkan pasangan China untuk memiliki dua anak dari tahun 2016, kelahiran baru hanya naik tipis menjadi 17,86 juta pada 2016 dan terus menurun setiap tahun sejak itu.

Para ahli demografi mengklaim, angka kelahiran China terlalu dibesar-besarkan selama beberapa dekade hingga 2016 untuk menunda pelonggaran kebijakan satu keluarga satu anak. Kurangnya informasi publik dari tingkat lokal membuat pemerintah China lebih sulit untuk memeriksa ulang angka resmi populasi.

Baca Juga: Waspada virus mematikan dari China, Dinkes Bali akan pasar thermoscanner

Terkadang, data resmi yang didapat saling bertentangan. Komisi Kesehatan Nasional, yang melaksanakan kebijakan kelahiran nasional, menerbitkan buku tahunan yang mencakup data kelahiran yang dikumpulkan dari rumah sakit setempat. 

Dalam versi tahun lalu, jumlah kelahiran hidup pada tahun 2018 tercatat sekitar 15,21 miliar, yang tidak jauh dari perkiraan NBS 15,23 juta berdasarkan survei nasional. Tetapi, dengan menambahkan data provinsi menghasilkan total 13,62 juta kelahiran hidup di buku tahunan yang sama. 

Kurangnya penjelasan hanya menambah skeptisisme atas kualitas data resmi.

“Data demografis adalah suci. Tetapi angka kelahiran China sangat ceroboh dan sangat dipengaruhi oleh politik,” kata Yi Fuxian, seorang ilmuwan di University of Wisconsin-Madison dan seorang pengkritik lama kebijakan kelahiran Tiongkok.

Baca Juga: Pasangan muda enggan punya anak, angka kelahiran di China terendah sejak 1949

Chongqing, sebuah kota tingkat provinsi di Cina barat, adalah salah satu dari sedikit tempat yang merilis data kelahiran bulanan yang dikumpulkan dari rumah sakit. Dari Januari hingga November tahun lalu, Chongqing memiliki 255.692 bayi baru, turun 0,02% dari tahun sebelumnya. Tetapi pada bulan Juni saja, dilaporkan 66.862 anak yang baru lahir, mendekati jumlah total kelahiran dari gabungan lima bulan sebelumnya, yang menyebabkan para ahli menduga bahwa pejabat setempat memanipulasi data untuk mencocokkan dengan target resmi.

Tahun lalu, Beijing meminta pemerintah daerah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kelahiran di wilayah hukum mereka, tetapi hanya sedikit yang menerbitkan laporan mereka.

Dalam laporan Agustus dari pemerintah kota Tongling di provinsi Anhui timur, jumlah bayi baru turun 8% pada paruh pertama tahun ini dari tahun sebelumnya, dengan jumlah bayi kedua yang lahir lebih rendah dari bayi pertama.

Baca Juga: Akibat wabah demam babi Afrika, produksi daging babi China anjlok 21,3% pada 2019

Ren Zeping, kepala ekonom dari Evergrande, menulis dalam sebuah artikel baru-baru ini bahwa pemerintah harus meliberalisasi sepenuhnya kebijakan kelahiran sebelum terlambat. Menurut perhitungannya, antara 2013 dan 2028, jumlah perempuan yang melahirkan anak berusia antara 20 dan 35 akan turun 30%.




TERBARU

[X]
×