Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
Tekanan di Pasar Obligasi
Di Asia, indeks Nikkei Jepang turun 0,3% setelah mencatat kenaikan tipis 0,5% pekan lalu. Saham Korea Selatan juga melemah 0,3%, usai naik 4,4% pekan sebelumnya berkat kepastian tarif ekspor ke AS yang lebih rendah.
Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang turun tipis 0,1% pada perdagangan yang relatif sepi.
Saham-saham blue chip China diperkirakan bereaksi terhadap rilis data perdagangan November pada pagi hari, yang akan memberikan gambaran terbaru kondisi ekspor di tengah tekanan tarif.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury tenor panjang tertekan oleh risiko nada hawkish The Fed, meski pasar memperkirakan adanya pemangkasan.
Kekhawatiran juga muncul terkait kritik Presiden Donald Trump terhadap independensi The Fed, yang dikhawatirkan dapat mendorong suku bunga terlalu rendah dan memicu inflasi jangka panjang.
Baca Juga: Asia Perbesar Porsi Utang dalam Euro
Imbal hasil Treasury 10 tahun naik tipis ke 4,146% pada Senin, setelah menanjak 9 bps pekan lalu.
Penguatan imbal hasil membantu dolar stabil setelah melemah selama dua pekan, dengan indeks dolar bertahan di level 99,013.
Yen berada di posisi 155,37 per dolar, setelah sempat mencapai level terendah tiga pekan di 154,34 pada Jumat.
Euro stabil di US$ 1,1638, sedikit di bawah level tertinggi tujuh pekan di US$ 1,1682.
Emas, Komoditas, dan Minyak
Komoditas tetap ditopang oleh ekspektasi stimulus The Fed. Harga tembaga mencetak rekor tertinggi didorong kekhawatiran pasokan dan permintaan dari pembangunan infrastruktur berbasis AI.
Harga emas berada di US$ 4.202 per ounce, setelah sempat menyentuh US$ 4.259 pada Jumat. Harga perak juga bertahan dekat rekor tertinggi.
Baca Juga: De-Dolarisasi Makin Nyata: China Jadi Raja Baru Pasar Emas Global
Harga minyak menguat tipis seiring ekspektasi pelonggaran suku bunga dan ketidakpastian geopolitik yang berpotensi mengganggu pasokan dari Rusia dan Venezuela.
Minyak Brent naik 0,2% ke US$ 63,85 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,2% ke US$ 60,18 per barel.













