Sumber: Vatikan News | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - VATIKAN. Di sela acara bertajuk "Menuju Teologi Harapan untuk dan dari Ukraina" di Universitas Kepausan Gregorian, Kardinal Sekretaris Negara Vatikan, Pietro Parolin, menyampaikan harapan atas dimulainya negosiasi langsung antara Rusia dan Ukraina di Istanbul pada Kamis, 15 Mei 2025.
Ia mengatakan, "Kami berharap ini menjadi titik awal yang serius untuk mengakhiri perang."
Pertemuan di Istanbul, yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), diharapkan mempertemukan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky secara langsung untuk pertama kalinya sejak perang dimulai.
Baca Juga: Paus Leo XIV Serukan 'Tidak Ada Lagi Perang' dalam Pesan Minggu Pertamanya di Vatikan
Turki pun menjadi sorotan, bukan hanya sebagai tuan rumah perundingan, tetapi juga sebagai kemungkinan tujuan perjalanan pertama Paus Leo XIV, dalam rangka memperingati 1.700 tahun Konsili Nicea.
Kardinal Parolin menyambut baik peluang dialog langsung ini. "Kami selalu mengharapkan adanya peluang untuk perdamaian," ujarnya kepada sejumlah media.
"Kami senang karena akhirnya ada kemungkinan pertemuan langsung. Kami berharap masalah-masalah yang ada dapat diselesaikan dan proses perdamaian sejati dapat dimulai." Meski demikian, ia menilai masih terlalu dini untuk memprediksi hasil dari pertemuan tersebut.
Menanggapi pertanyaan terkait kemungkinan kunjungan Paus Leo XIV ke Ukraina, Kardinal Parolin menyatakan bahwa hal itu masih terlalu dini untuk dipertimbangkan. Ia mengacu pada undangan Presiden Zelensky yang disampaikan melalui sambungan telepon pada Senin pagi.
Baca Juga: Sejarah Nama Kepausan Leo yang Dipilih Sebanyak 14 Kali
Parolin menegaskan bahwa Paus akan terus menyerukan diakhirinya perang, sebagaimana yang telah dilakukan sejak awal masa kepausannya.
"Kami tetap siap menawarkan ruang untuk memfasilitasi pertemuan," kata Kardinal Parolin.
"Menyebutnya sebagai mediasi mungkin berlebihan, tetapi kami bersedia membantu. Namun, kami juga tidak ingin mencampuri inisiatif perdamaian lain yang sedang berjalan," tambahnya.
Kardinal Parolin juga menegaskan bahwa Takhta Suci terus berupaya mendekatkan pihak-pihak yang bertikai, bukan menciptakan perpecahan.
Ia menyebut bahwa mekanisme pemulangan anak-anak Ukraina yang dideportasi ke Rusia yang diprakarsai oleh misi Kardinal Matteo Zuppi masih aktif.
Proses tersebut mencakup pertukaran data melalui Nunsiatur, verifikasi, serta koordinasi dengan pihak lokal.
Baca Juga: Pemilihan Paus: Dari Asap Putih hingga Pengumuman Habemus Papam
Meski jumlah anak yang terdampak masih menjadi bahan perdebatan, Parolin menekankan bahwa hal terpenting adalah mereka secara bertahap dipulangkan kepada keluarga dan orang-orang terkasih.
Terkait situasi di Timur Tengah, Parolin menyampaikan bahwa Paus dan Takhta Suci akan terus mengikuti garis kebijakan Paus Fransiskus. Fokus utamanya adalah menyerukan diakhirinya konflik di Gaza, pembebasan para sandera, dan pengiriman bantuan kemanusiaan.
Selama sidang umum pra-Konklaf, seruan terhadap intervensi serius dan kekhawatiran atas menurunnya jumlah umat Kristen di wilayah tersebut turut disampaikan. "Kita perlu mencari jawaban terhadap persoalan besar ini," ujar Parolin.
Menghindari pembahasan seputar isi diskusi selama dan sebelum Konklaf, Parolin lebih memilih menyoroti sosok Paus Leo XIV yang menurutnya telah menerima tanggapan positif.
Baca Juga: Kardinal Argentina Berharap Visi Paus Fransiskus Tetap Diteruskan
"Ia tampil sangat tenang. Ia adalah pencinta perdamaian, yang akan membangun perdamaian melalui jembatan—seperti yang telah ia sebutkan dalam sambutan pertamanya kepada umat beriman."
Menutup pernyataannya, Kardinal Parolin menyebut Nicea sebagai kemungkinan tujuan perjalanan pertama Paus Leo XIV.
"Nicea merupakan momen penting bagi Gereja Katolik dan bagi ekumenisme. Paus Fransiskus sebelumnya telah merencanakan perjalanan ke sana. Saya membayangkan Paus Leo akan melanjutkan rencana tersebut," ujarnya.