Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SHARM EL-SHEIKH, MESIR. Pasukan Israel kembali menggempur wilayah Gaza pada Selasa (7/10/2025) melalui serangan darat, laut, dan udara, bertepatan dengan peringatan dua tahun serangan Hamas terhadap Israel yang memicu perang berkepanjangan.
Serangan tersebut terjadi di tengah dimulainya pembicaraan tidak langsung antara Hamas dan Israel mengenai rencana perdamaian yang diusulkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Baca Juga: Dua Tahun Setelah Serangan 7 Oktober, Harapan Perdamaian Gaza Kembali Menguat
Warga di Khan Younis dan Kota Gaza melaporkan tembakan artileri dan serangan udara intensif sejak dini hari.
Militer Israel menyatakan bahwa pihaknya juga menghadapi perlawanan dari militan bersenjata di dalam Jalur Gaza, sementara roket ditembakkan dari Gaza ke arah kibbutz Netiv Haasara di Israel selatan.
Pertempuran ini menyoroti tantangan besar dalam perundingan yang tengah berlangsung di resor Sharm el-Sheikh, Mesir, yang membahas isu-isu sensitif seperti penarikan pasukan Israel dari Gaza dan disarmamen Hamas.
Momentum Negosiasi Rencana Trump
Negosiasi yang dimulai pada Senin (6/10/2025) ini dianggap sebagai upaya paling menjanjikan sejauh ini untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan meluluhlantakkan Gaza sejak 7 Oktober 2023, ketika serangan mendadak Hamas ke wilayah Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 warga sipil.
Baca Juga: Israel Deportasi Greta Thunberg dan 170 Aktivis dari Armada Bantuan Gaza
Kedua pihak, Israel dan Hamas, telah menyatakan dukungan terhadap prinsip dasar rencana Trump, yang mencakup penghentian pertempuran, pembebasan sandera, dan pembukaan akses bantuan kemanusiaan besar-besaran ke Gaza.
Rencana tersebut mendapat dukungan dari sejumlah negara Arab dan Barat. Washington menilai bahwa proses ini merupakan peluang terbaik sejauh ini untuk mencapai kesepakatan akhir dan mengakhiri perang dua tahun yang mematikan.
Peringatan Dua Tahun Perang dan Sikap Kedua Pihak
Di Gaza, kelompok payung faksi-faksi Palestina yang terdiri dari Hamas, Jihad Islam, dan kelompok kecil lainnya mengeluarkan pernyataan bahwa “perlawanan dalam segala bentuknya adalah satu-satunya cara untuk menghadapi musuh Zionis.”
Mereka menegaskan tidak akan menyerahkan senjata mereka, yang dianggap sebagai “senjata sah bangsa Palestina yang akan diwariskan dari generasi ke generasi.”
Sementara itu, warga Israel memperingati dua tahun serangan 7 Oktober dengan menggelar upacara di lokasi-lokasi yang paling terdampak serta di Hostages Square di Tel Aviv. “Luka ini masih terbuka. Dua tahun berlalu dan para sandera belum kembali,” kata Hilda Weisthal (43), salah satu warga yang hadir.
Baca Juga: Malaysia Pakai KTT ASEAN untuk Gencatan Senjata Gaza, Kata Anwar
Di sisi lain, warga Gaza seperti Mohammed Dib (49) berharap agar pembicaraan di Mesir bisa membawa harapan baru.
“Sudah dua tahun kami hidup dalam ketakutan, kehancuran, dan pengungsian. Kami hanya berharap perang ini benar-benar berakhir,” ujarnya.
Israel Terisolasi Secara Diplomatik
Meski masih memegang posisi militer yang kuat, Israel kini menghadapi isolasi diplomatik yang kian mendalam.
Serangan besar-besaran ke Gaza, yang menurut otoritas kesehatan setempat telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina, menimbulkan kecaman global. Sejumlah negara Barat bahkan telah mengakui kemerdekaan Palestina, sementara aksi protes pro-Palestina terus meluas di berbagai negara.
Israel melancarkan ofensif besar sejak 2023 dengan tujuan menghancurkan Hamas dan menargetkan kelompok-kelompok sekutu Iran seperti Hezbollah di Lebanon dan Houthi di Yaman, serta melakukan serangan terhadap pejabat militer Iran dan fasilitas nuklirnya.
Baca Juga: Trump Memberi Waktu Bagi Hamas Hingga Minggu Malam untuk Mencapai Kesepakatan Gaza
Upaya Trump Mencapai Terobosan Diplomatik
Presiden Trump menaruh taruhan politik besar pada keberhasilan rencana perdamaian ini, yang digadang-gadang menjadi triumph diplomatik besar menjelang pemilihan umum AS 2026.
Namun, pertanyaan utama masih menggantung: siapa yang akan memerintah dan membangun kembali Gaza setelah perang berakhir.
Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sama-sama menolak kemungkinan Hamas memegang kendali di Gaza.
Menurut sumber diplomatik, pembicaraan di Sharm el-Sheikh akan berlangsung setidaknya beberapa hari.
Sementara target 72 jam untuk pemulangan seluruh sandera yang ditetapkan Trump dinilai tidak realistis, terutama bagi korban tewas yang belum ditemukan.
Baca Juga: Israel Hentikan 13 Kapal Bantuan ke Gaza, Bagaimana Nasib Aktivis Greta Thunberg?
Delegasi Israel mencakup pejabat tinggi dari Mossad, Shin Bet, dan penasihat kebijakan luar negeri Netanyahu, Ophir Falk. Delegasi Hamas dipimpin oleh Khalil Al-Hayya, tokoh senior yang lolos dari serangan udara Israel di Doha bulan lalu.
Amerika Serikat mengirim utusan khusus Steve Witkoff dan Jared Kushner, menantu Trump yang dikenal memiliki hubungan erat dengan sejumlah pemimpin Timur Tengah, untuk memfasilitasi perundingan tersebut.