kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.706.000   -3.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.340   -15,00   -0,09%
  • IDX 6.618   86,45   1,32%
  • KOMPAS100 963   10,57   1,11%
  • LQ45 753   6,24   0,83%
  • ISSI 204   3,07   1,52%
  • IDX30 391   2,33   0,60%
  • IDXHIDIV20 475   7,20   1,54%
  • IDX80 109   1,13   1,05%
  • IDXV30 113   2,27   2,05%
  • IDXQ30 129   1,02   0,80%

Negara Arab Tolak Rencana Trump, Pilih Solusi Rekonstruksi Gaza dari Mesir


Rabu, 05 Maret 2025 / 20:42 WIB
Negara Arab Tolak Rencana Trump, Pilih Solusi Rekonstruksi Gaza dari Mesir
ILUSTRASI. Warga Palestina duduk di samping api di antara puing-puing bangunan yang hancur selama serangan Israel, di tengah gencatan senjata antara Israel dan Hamas, di kamp pengungsi Jabalia, Jalur Gaza utara, 17 Februari 2025. REUTERS/Mahmoud Issa 


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - DOHA/KAIRO. Para pemimpin negara-negara Arab pada Selasa (4/3) mengadopsi rencana rekonstruksi Gaza yang diusulkan Mesir dengan anggaran sebesar US$53 miliar.

Rencana ini bertujuan membangun kembali Gaza tanpa harus memindahkan penduduk Palestina dari wilayah tersebut, berbeda dengan visi “Middle East Riviera” yang sebelumnya diajukan oleh Presiden AS Donald Trump.

Gedung Putih menyatakan bahwa rencana yang diadopsi oleh negara-negara Arab tidak mencerminkan realitas di Gaza dan menegaskan bahwa Trump tetap berpegang pada proposalnya.

Baca Juga: Harga Bahan Pokok di Gaza Melonjak 100 Kali Lipat akibat Penutupan Perbatasan

Rencana Trump, yang berisi pemindahan paksa warga Palestina dan pengambilalihan Gaza oleh AS, menuai kecaman global bulan lalu serta memperkuat ketakutan lama warga Palestina akan pengusiran permanen dari tanah mereka.

Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi mengumumkan bahwa proposal Mesir, yang disambut baik oleh Hamas namun dikritik oleh Israel dan AS, telah diterima dalam penutupan KTT di Kairo.

Dalam pidatonya, Sisi menyatakan keyakinannya bahwa Trump dapat mencapai perdamaian mengingat kondisi Gaza yang hancur akibat serangan militer Israel.

Siapa yang Akan Mengelola Gaza?

Pertanyaan utama mengenai masa depan Gaza adalah siapa yang akan mengelola wilayah tersebut dan negara mana yang akan menyediakan miliaran dolar untuk rekonstruksi.

Sisi mengatakan bahwa Mesir telah bekerja sama dengan Palestina untuk membentuk komite administrasi yang terdiri dari teknokrat independen dan profesional Palestina guna mengelola Gaza setelah perang berakhir.

Komite ini akan bertanggung jawab atas distribusi bantuan kemanusiaan dan pengelolaan Gaza dalam jangka waktu sementara, sebagai persiapan bagi kembalinya Otoritas Palestina (PA) ke wilayah tersebut.

Baca Juga: Mesir Usulkan Rencana Lima Tahun untuk Gaza, Kontras dengan 'Gaza Riviera' Trump

Salah satu tantangan utama adalah nasib kelompok Hamas, yang menjadi rival PA. Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.200 orang di Israel dan lebih dari 250 orang disandera, menurut data Israel.

Serangan ini diikuti dengan serangan militer Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan setempat.

Serangan tersebut juga menyebabkan hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi serta menimbulkan tuduhan genosida dan kejahatan perang yang dibantah oleh Israel.

Hamas dalam pernyataannya menyatakan setuju dengan proposal komite administrasi Mesir.

Kelompok ini menyatakan tidak akan mencalonkan wakilnya dalam komite yang diusulkan, tetapi akan memiliki hak veto terhadap anggota, tugas, dan agenda komite yang berada di bawah pengawasan PA.

Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty mengatakan pada Selasa (4/3) malam bahwa daftar anggota komite telah ditentukan.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang memimpin PA, menyambut baik gagasan Mesir dan mendesak Trump untuk mendukung rencana yang tidak melibatkan pemindahan warga Palestina.

Baca Juga: KTT Arab: Mesir akan Beberkan Rencana Rekonstruksi Gaza Senilai US$53 Miliar

Abbas, yang berkuasa sejak 2005, juga menyatakan kesiapan untuk mengadakan pemilihan presiden dan parlemen jika situasi memungkinkan, seraya menegaskan bahwa PA adalah satu-satunya pemerintahan dan kekuatan militer yang sah di wilayah Palestina.

Hamas menyatakan pihaknya menyambut baik pemilihan tersebut.

Namun, Abbas mengalami penurunan legitimasi akibat pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat yang terus berlanjut.

Banyak warga Palestina menganggap pemerintahannya korup, tidak demokratis, dan tidak mewakili kepentingan mereka.

Israel dan AS Menolak Rencana Mesir

Kementerian Luar Negeri Israel dalam pernyataannya menyebut rencana tersebut “berdasarkan perspektif usang” dan menolak keterlibatan PA, serta mengkritik keputusan yang membiarkan Hamas tetap memiliki peran di Gaza. Washington juga menyatakan ketidaksetujuannya.

“Proposal saat ini tidak menangani kenyataan bahwa Gaza saat ini tidak layak huni dan penduduknya tidak dapat hidup secara manusiawi di tengah puing-puing serta bahan peledak yang belum meledak,” kata juru bicara Gedung Putih Brian Hughes.

“Presiden Trump tetap teguh dengan visinya untuk membangun kembali Gaza tanpa Hamas,” tambahnya.

Baca Juga: Tentara Israel Kembali Menyerang Gaza, Dua Warga Palestina Terbunuh

Pendanaan Rekonstruksi Bergantung pada Negara-Negara Teluk

Pendanaan rekonstruksi Gaza akan membutuhkan dukungan besar dari negara-negara Teluk kaya minyak seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi, yang memiliki sumber daya finansial yang cukup.

Perdana Menteri Palestina Mohammed Mustafa mengatakan dana rekonstruksi ini akan mencari pendanaan internasional serta mekanisme pengawasan, kemungkinan melalui Bank Dunia.

UEA, yang memandang Hamas dan kelompok Islamis lainnya sebagai ancaman eksistensial, menginginkan perlucutan senjata Hamas secara total dan segera, sementara negara-negara Arab lain mengusulkan pendekatan bertahap, menurut sumber yang mengetahui masalah ini.

Seorang sumber dekat dengan kerajaan Saudi mengatakan bahwa keberadaan Hamas yang masih bersenjata menjadi hambatan utama karena adanya penolakan kuat dari AS dan Israel, yang harus menyetujui rencana tersebut.

Baca Juga: Israel Blokir Bantuan ke Gaza di Tengah Kebuntuan Gencatan Senjata

Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, dalam pidatonya di KTT menegaskan bahwa diperlukan jaminan internasional agar gencatan senjata sementara saat ini tetap berlaku serta mendukung peran PA dalam mengelola Gaza.

Para pemimpin UEA dan Qatar tidak memberikan pernyataan dalam sesi terbuka KTT.

Hamas didirikan pada tahun 1987 oleh Ikhwanul Muslimin Mesir selama Intifada Palestina pertama.

Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri pada Selasa menolak tuntutan Israel dan AS agar kelompoknya melucuti senjata, dengan menyatakan bahwa hak untuk melakukan perlawanan tidak dapat dinegosiasikan.

Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa Hamas tidak akan menerima proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina maupun kehadiran pasukan asing di Gaza.

Sejak mengusir PA dari Gaza setelah perang saudara singkat pada 2007, Hamas telah menekan seluruh oposisi di wilayah tersebut.

Alternatif untuk Rencana Trump

Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk Arab selama hampir satu bulan telah berkonsultasi mengenai alternatif terhadap rencana Trump yang mendorong eksodus warga Palestina dan pengambilalihan Gaza oleh AS. Mereka khawatir rencana tersebut dapat mengacaukan stabilitas kawasan.

Sebuah rancangan komunike akhir dari KTT yang dilihat oleh Reuters menolak pemindahan massal warga Palestina dari Gaza.

Baca Juga: Uni Eropa: Warga Gaza Harus Kembali ke Rumah dengan Bermartabat

Rencana Rekonstruksi Gaza yang diajukan Mesir terdiri dari 112 halaman dan mencakup peta pengembangan kembali wilayah tersebut serta puluhan gambar AI berwarna yang menggambarkan kompleks perumahan, taman, dan pusat komunitas.

Rencana ini mencakup pembangunan pelabuhan komersial, pusat teknologi, hotel pantai, dan bandara.

Sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan bahwa Israel kemungkinan tidak akan menolak entitas Arab yang bertanggung jawab atas pemerintahan Gaza jika Hamas disingkirkan.

Namun, seorang pejabat Israel mengatakan kepada Reuters bahwa sejak awal tujuan perang Israel adalah menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas.

“Oleh karena itu, jika mereka ingin Hamas setuju untuk dilucuti senjatanya, itu harus segera dilakukan. Tidak ada pilihan lain yang akan diterima,” kata pejabat tersebut.

Sumber yang dekat dengan Hamas mengatakan bahwa kelompok tersebut hanya kehilangan beberapa ribu pejuang selama perang di Gaza.

Sementara itu, pejabat Israel mengklaim sekitar 20.000 pejuang Hamas telah tewas, dan kelompok tersebut telah dihancurkan sebagai formasi militer yang terorganisir.

Selanjutnya: Emiten Ramai Lakukan Buyback Saham, Bagaimana Pengaruhnya ke Kinerja?

Menarik Dibaca: Cara Mudah Transfer Uang di Indomaret dan Syarat yang Harus Dilakukan



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×